Tampilkan postingan dengan label Rhoma Effect. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rhoma Effect. Tampilkan semua postingan

Minggu

Pasca Pileg Rhoma Irama Dimana?

Rhoma Irama Dimana?


Riforri - TERKEJUT, heran dan mungkin saja takjub mencermati hasil Pemilihan Legislatif 9 April 2014 lalu, dimana secara khusus memunculkan fenomena Rhoma Irama effect. Sebuah istilah yang menjelaskan pengaruh seorang Rhoma Irama yang karenanya suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melonjak tajam. Dengan raihan sekitar 9,3% versi hitung cepat (quick qount), PKB secara meyakinkan bukan saja melampaui sekadar parlementary threshold 3,5%, tetapi kini menjelma menjadi partai menengah yang memiliki posisi tawar tinggi (high bargaining position) baik dalam konteks penentuan peta pencapresan maupun peta koalisi menuju pemerintahan baru.

Rhoma Irama Effect

Dalam peta capres, PKB tampaknya mulai realistis. Beberapa elitnya mengatakan dengan suara yang hanya kurang dari 10%, PKB tidak mungkin mengusung capres pilihannya, yakni Rhoma, Mahfud dan JK. Untuk itu sebagaimana kita lihat dan cermati, PKB kini lapang dada untuk menerima posisi wakil presiden, dan inipun ternyata tidak mudah, karena harus bersaing dengan partai lainnya yang juga mendekat ke PDI-P, Golkar dan Gerindra, dimana ketiganya hampir pasti mengusung capresnya sendiri, yakni Joko Widodo, Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto.

Pergulatan untuk mendapatkan kursi wapres menjadi menarik karena koalisi antarparpol masih sedang berlangsung. PDI-P tersiar kabar telah mempunyai cawapres untuk mendampingi Jokowi, yaitu mantan Wapres Jusuf Kalla dan Mantan Pangkostrad Jenderal Ryamizar Riacudu. Belakangan juga santer nama Muhaimin Iskandar, tetapi dibantah, setelah mendapat protes dari beberapa kalangan. Sedangkan capres Prabowo Subianto kini sedang dekat dengan Hatta Rajasa. Blusukan Jokowi mencari cawapres sangat vulgar, masif dan intensif sedangkan Prabowo agak senyap. Begitu juga capres Aburizal Bakrie akan mengumumkan cawapresnya sepekan kedepan.

Kemana Rhoma Irama?


Banyak pihak mempertanyakan sikap PKB terhadap Rhoma Irama yang berjasa besar menaikkan suara PKB. Apakah PKB akan tetap memperjuangkan Rhoma sebagai capres atau jika tidak, menjadi wapres dari capres yang ada? Mencermati dinamika yang terjadi beberapa hari ini, kita melihat betapa sang Ketua Umum PKB, begitu pandai memainkan perannya sebagai politisi mumpuni. Muhaimin Iskandar mampu mengelola dinamika yang terjadi di sekelilingnya.

Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin Iskandar bermain silat dengan jurus-jurus indah. Ketika berhadapan dengan Rhoma, Muhaimin masih memberi harap, begitu juga ketika menerima Mahfud MD, Keponakan Gus Dur ini tetap memberi janji. Di sela-sela itupun, melalui tangan-tangan pihak lain, Muhaimin juga menaikan citranya dengan memunculkan diri sebagai cawapres.

Sikap Muhaimin yang terkesan “menggantung” bukan tanpa hitungan. PKB sadar bahwa “pusat transaksi” ada di tangan Rhoma Irama, yang popularitas dan elektabilitas disumbangkan penuh untuk PKB. Tanpa Rhoma, koalisi PKB dengan partai manapun menjadi kering dan kurang makna. Begitupun partai lain, apalah artinya koalisi dengan PKB apabila tidak menyertai Rhoma Irama. Di sinilah dapat dimaknai bahwa Rhoma Effect masih menyertai dalam peta perkoalisian.

Keinginan partai pemenang pemilu (PDIP, Golkar dan Gerindra) kepada PKB agar tetap mengikutsertakan Rhoma dalam koalisi bukan berarti sang raja dangdut ini ditempatkan sebagai cawapres. Ini yang penulis khawatirkan. Partai-partai tersebut hanya butuh massa setianya Rhoma. Apakah dalam kondisi ini PKB akan berjuang mencawapreskan Rhoma? Mencermati hitungan di atas, tampaknya belum tentu. PDIP, Golkar dan Gerindra sudah mensetting siapa cawapres yang akan dimajukan. Lalu, seberapa besar upaya Cak Imin cs bersikukuh memperjuangkan posisi cawapres untuk Rhoma? Ini yang harus konkret.

Jika sebelum pileg Rhoma bersabar disandingkan dengan capres lain, maka setelah pileg ini, sudah sepantasnya PKB langsung menunjuk Rhoma Irama sebagai cawapres PKB. Sikap Muhaimin yang bermain di banyak kaki hingga saat ini, tentu bukan lagi pilihan terbaik bagi Rhoma maupun PKB.

Sebaliknya, sikap Rhoma yang masih percaya bahwa PKB akan tetap mengusungnya sebagai capres atau cawapres, satu sisi menunjukan Rhoma sebagai politisi yang penuh etika, tetapi di sisi lain, ini akan merugikan Rhoma Irama sendiri, karena hemat penulis, Rhoma dengan segala kelebihannya, dapat menjadi “pemain tunggal” tanpa PKB sekalipun. Jika ini terjadi tentu PKB akan menderita kerugian, karena massa besar Rhoma bisa saja mengalih perhatiannya ke partai lain pada pertandingan capres yang akan datang.

Koalisi Partai Islam


Alternatif lain bagi Rhoma untuk menjadi capres atau cawapres adalah jika koalisi partai Islam terwujud. Jika partai Islam atau partai Islam bersatu dalam koalisi maka akan dapat mengumpulkan sekitar 32% suara dan ini sudah pasti dapat mengusung capres dan cawapresnya sendiri. Tentu harus ada komponen yang memulai dan menggagas. Tidak elok jika Rhoma yang menggagas dan sekaligus mengajukan dirinya untuk diusung menjadi capres atau cawapres. Namun, terbentuknya koalisi partai Islam bukanlah hal yang mudah.

Kesulitan terbentuknya koalisi partai Islam bukan tanpa alasan. Pertama, tidak ada tokoh besar independen yang menjadi panutan yang mampu mengkonsolidasikan partai islam untuk bersatu. Tokoh islam kini terpecah dan gabung ke beberapa partai. Kedua, semakin redupnya politik aliran yang mengatasnamakan agama. Sejak reformasi partai-partai umumnya tidak lagi mengutamakan faktor ideologi, tetapi lebih kepada kepentingan pragmatis untuk mendapatkan kekuasaan. Ketiga, orientasi politik baru mengarah kepada negara kebangsaaan dan kesejahteraan, siapapun yang berkuasa, harus mengedepankan konsep negara kesejahteraan dan tidak boleh mementingkan kepentingan agama atau kelompok tertentu.

Tiga faktor inilah yang setidaknya memupuskan koalisi partai Islam. Upaya yang dilakukan umat atau para ulama untuk terbentuknya koalisi partai islam harus tetap dihargai sebagai gerakan penyadaran kultural dimana Islam sebagai agama mayoritas, jangan sampai terpinggirkan dalam kancah perpolitikan.

Jika koalisi partai Islam sulit terwujud, sesungguhnya masih ada jalan bagi PKB mengusung capresnya sendiri, yakni dengan membentuk koalisi keempat. PKB dapat mengambil inistiatif mengumpulkan partai-partai yang perolehan suaranya berada dibawahnya, yakni PPP, PKS, PAN, Hanura, PBB dan PKPI. Keterlibatan Hanura dan PKPI untuk membedakan bahwa ini bukan koalisi partai islam. Tentu tugas PKB agar berat untuk merayu PPP dan PAN yang tampaknya sudah mengadakan pendekatan ke Gerindra. Hanya dengan koalisi ini PKB memiliki daya tawar yang lebih tinggi untuk mengusung capres atau cawapres.

Jika koalisi ini terwujud, kita mesti harus bersabar menunggu siapa yang akan diusung Rhoma atau yang lain, Wallahu a’lam.

ANALISiS SOLEH MOHAMMAD
*Penulis adalah Pemerhati Komunikasi Politik dan Dewan redaksi Kriminal"

Rhoma Irama Tarik Dukungan ke PKB

Rhoma Irama Tarik Dukungan ke PKB


Riforri - Sang Legenda Rhoma Irama mencabut dukungannya terhadap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bila partai yang diketuai Muhaimin Iskandar tidak memegang komitmen mengusungnya sebagai calon presiden.

Rhoma Irama Tarik Dukungan

Melalui salah satu anggota Rhoma Irama For Republik Indonesia (Riforri) Habib Shechan Shahab, Rhoma menyampaikan 3 poin sikap, yaitu:

  1. Rhoma Irama akan menarik dukungan apabila PKB tidak konsekuen, tidak komitmen dengan kesepakatan dan tujuan yang telah disepakati bersama untuk mencapreskan Rhoma Irama pada Pemilu 2014.
  2. Apabila PKB berkoalisi dengan partai manapun dan tidak melibatkan Rhoma Irama maka, Rhoma akan cabut dukungan terhadap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
  3. Rhoma Irama akan tetap berjuang untuk umat Islam, dan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Apabila PKB meninggalkan Rhoma Irama dan tidak komit, kita bercerai," tegas salah satu timses Riforri, Habib Shechan Shahab di markas Riforri, Jalan Dewi Sartika, Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu (26/4/2014).

Meski demikian, dukungan akan kembali diberlakukan bila PKB kembali kepada komitmen awal yakni mengusung Rhoma sebagai capres. "Cerai dalam arti kata bisa rujuk kembali apabila partai memegang komitmen awal," ucap Habib Shechan.

Tim sukses menyatakan akan menunggu ketegasan PKB dalam waktu 2 minggu. Jika nama Rhoma tidak terdaftar sebagai Capres dari PKB tanpa diskusi sebelumnya maka Rhoma akan menarik dukungannya.

"Tinggal 2 minggu, tidak ada (komitmen) ya kita tidak dukung lagi. Pencalonan kelompok lain tanpa ajak Haji Rhoma diskusi, maka menarik dukungannya," tambahnya lagi.
Rhoma tak datang dalam pengambilan sikap tersebut. Habib Shechan mengatakan, dialah yang melarang Rhoma datang langsung di markas Riforri.

"Pada awalnya Rhoma memang ingin datang, tapi kami yang menghalangi kedatangannya," kata Habib Shechan Shabab, ketua tim sukses Rhoma Irama dari RIFORRI, saat ditemui di Markas Besar RIFORRI, Cawang, Jakarta Timur, Sabtu, 26 April 2014.

Menurut dia, kehadiran capres saat konferensi pers sebenarnya hal yang tepat. "Karena kami orang yang mendukung beliau untuk maju. Jadi poin penting yang disetujui oleh Rhoma Irama cukup kami yang menjelaskan. Setidaknya, alhamdulillah, beliau sudah mau dan membuktikan dirinya untuk maju membela rakyat dengan mengusung satu partai," ujar Shechan Shabab.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh para habib dan anggota RIFORRI lainnya ini mendesak agar PKB segera menentukan pilihannya untuk capres 2014. Rhoma Irama merupakan salah satu efek yang membuat suara PKB naik saat pemilu legislatif 9 April lalu.

Sabtu

PKB AKUI DAHSYATNYA RHOMA

PKB AKUI DAHSYATNYA RHOMA, TAPI CAPRES TIDAK CAPAI TARGET


Riforri - Wawancara Helmy Faisal Ketua DPP PKB dengan Tina Talisa Indosiar ditayang Jumat 18 April 2014 pukul 00.15.


Efek Rhoma



Tina Talisa : Apa yang akan diberikan PKB kepada Bang haji yang berjasa dalam kenaikan suara PKB? Tetap dicapreskan-cawapreskan?


Helmy Faisal Ketua DPP PKB: Orang bilang Rhoma Irama Effcet itu benar2 terjadi, dan jujur mengakui karena Rhoma irama berhasil berubah basis PKB. Aceh, Jambi, Bengkulu, apalagi NTB sekarang dapat kursi. Pertama sejak reformasi. bahkan di NTB, itu orang mau beli kalender yang bergambar saya dan Rhoma. Karena mereka mencintai Rhoma, Mereka selalu minta, karena stok terbatas.

Tina: Trus, apa yang akan diberikan imbal balik atas jasa Rhoma Irama?

Helmy: Sebetulnya diantara kandidat Capres, itu ada estimasi nanti bila perolehan suara mencapai 15 persen, maka mereka akan kita Capreskan, karena berpeluang memimpin koalisi. Tapi kenyataan kita hanya mampu meraih 9-11 persen. Maka, tidak ada lagi yang terikat dalam perjanjian komitmen Capres. Juga tidak ada pembicaraan sebagai Cawapres. Tapi ada wisdom dari Pak Muhaimin, tetap nama2 itu kita tawarkan kepada pimpinana koalisi. Pimpinan koalisi punya pertimbangan sendiri.

Tina: Jadi apakalah akan mengucapkan terima kasih atau minta maaf, kepada Bang haji?

Helmy:saya melihat Bang haji itu tidak semata2 mengejar jabatan presiden, malah beliau itu menitipkan kepada PKB, ''Seandainya saya tidak dicapreskan PKB, saya cukup senang, karena temen2 PKB itu, sama visi perjuangannya dalam perjalanan politik saya sebagai seniman dan budayawan dan politisi''.

Tina: Jadi Bang Helmy yakin Bang Haji gak kecewa, sudah tak jadi capres, Cawapres atau menteri?

Helmy: Saya yakin Bang Haji seorang ulama yang berakhlah dan etika. Kalau terjadi salah paham, itu hak orang perorang dalam suatu hubungan ini.

Senin

Rhoma Effect Memang Menakutkan

“RHOMA-EFFECT” MEMANG “MENAKUTKAN”


Riforri - Effect (Efek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti dampak, pengaruh atau dalam arti lebih luas lagi adalah kesan yang timbul pada pikiran penonton, pendengar, pembaca, dsb (sesudah mendengar atau melihat sesuatu).

Pasca Pemilu Legislatif 9 April 2014 kata “efek” memenuhi hampir seluruh halaman media, baik media cetak surat kabar maupun media on-line. Rhoma Efek, Jokowi Efek, Prabowo Efek adalah tiga nama yang menjadi primadona tulisan para jurnalis.


Hasil perhitungan cepat (quick count) yang dipaparkan oleh berbagai lembaga survey beberapa jam usai pencoblosan yang menampilkan raihan suara Partai peserta Pemilu secara serentak melahirkan berbagai macam analisa. Gagalnya PDI P, Rontoknya Partai Demokrat, Naiknya perolehan Partai-partai Islam membuat “kegaduhan” politik yang pada akhirnya melahirkan femonena baru yang bernama “efek” tersebut.

PDI P harus “menanggung beban” akibat perolehan suara yang hanya berkisar 18%, jauh dari “mimpi-mimpi” yang dilagukan lembaga survey yang meyakini bahwa PDI P akan meraup minimal 30% suara. Partai-partai Islam dan yang berbasis massa Islam yang oleh lembaga survey di-ultimatum akan redup ternyata justru naik secara cukup signifikan.

Salah satu yang melonjak perolehan suaranya adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dari perolehan 4,9 % di Pemilu 2009, ternyata di Pemilu 2014 ini mampu meraih hampir 10% suara pemilih Nasional. Dua fenomena tersebut melahirkan “ Jokowi Efek” dan ” Rhoma Efek”. Bahasa yang kini beredar-pun berubah haluan. Jika sebelumnya Jokowi “diberitakan” sebagai magnet Pemilu, sedangkan Rhoma Irama hanyalah “penyedap” Pemilu maka dengan perolehan suara yang sedemikian rupa,Bahasa media berbalik menulis “ RHOMA- EFEK LEBIH HEBAT DARI JOKOWI- EFEK”

Bagi penggemar SONETA, Rhoma Efek sebenarnya bukan hal baru dan hal aneh. Sejak tahun 70-an Rhoma Efek sudah sangat “menakutkan” rezim Penguasa.
Jika tidak takut, untuk apa Orde Baru harus mencekal Rhoma Irama dan SONETA selama 11 tahun sejak tahun 1977 hingga 1988 ?
Jika bukan karena Rhoma-Efek, untuk apa William H Frederick, Sosiolog dari OHIO University, AS membuat tesis tentang Rhoma Irama dan SONETA tahun 1982 ?
Jika bukan karena Rhoma-Efek, buat apa media menjadikan “hijrah”-nya Rhoma Irama ke Golkar tahun 1997 sebagai Berita Utama (padahal banyak tokoh yang juga “lompat pagar”) ?
Jika bukan karena Rhoma-Efek untuk apa MNC Group (RCTI, MNC, Global TV) yang dimiliki oleh HarryTanoe juga “mencekal” Rhoma dan SONETA ?

Bersama SONETA, Rhoma Irama diyakini tidak hanya berhasil membentuk kelompok penggemar tetapi berhasil melahirkan pengikut yang militan. Militansi dibuktikan bukan hanya dengan larisnya kaset dan film saja, berjejalnya puluhan ribu manusia pada tiap pertunjukan SONETA juga memberikan bukti yang nyata.

Pengikut Rhoma dengan sukarela menghadiri setiap panggung terbuka baik tabligh akbar maupun pertunjukan music SONETA. Terbukti selama masa kampanye terbuka Pemilu 2014 kemarin, kampanye terbuka PKB yang paling banyak dihadiri massa adalah kampanye yang menampilkan Rhoma Irama dan SONETA. Puluhan ribu massa memenuhi lapangan yang dijadikan arena kampanye terbuka, jauh melebihi peserta kampanye tokoh-tokoh semacam Mahfud MD, Aburizal Bakrie, dan sebagainya.

Intuisi Muhaimin Iskandar untuk meminang Rhoma dan “menggadang-gadang” janji sebagai Capres sangatlah jeli. PKB bisa dikatakan Partai yang sedang “sekarat”. Perolehan suara sejak ditinggalkan Gus Dur terus menerus anjlok, hingga hanya bersisa 4,9% pada Pemilu 2009. Setelah ditinggalkan (lebih tepatnya meninggalkan) Gus Dur praktis PKB tidak lagi memiliki tokoh yang bisa diandalkan untuk mendulang suara. Cak Imin sadar betul bahwa PKB dilahirkan oleh Gus Dur dengan dukungan massa “akar rumput” dan karenanya harus mampu “merayu” kembali massa akar rumput tersebut.

Dan tokoh yang diyakini dapat “merayu” akar rumput itu tak lain adalah Rhoma Irama. Dimulailah gerilya politik bersama Rhoma Irama menyambangi basis massa NU hingga pelosok-pelosok Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ini persis seperti yang dilakukan Golkar melalui Mba Tutut, Putri sulung Pak Harto, ketika ber-safari bersama Rhoma dan SONETA tahun 1997 mengunjungi kantong-kantong NU (PPP) di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tabligh Akbar dan pertunjukan SONETA dijadikan sebagai pemikatnya. Cak Imin berhasil ! PKB meraih hampir 10% suara secara Nasional, jauh dari perkiraan para pengamat yang mematok PKB pada angka 5%.

Rhoma-Efek mengalahkan Jokowi-Efek, begitu bunyi Berita di media.


Elektabilitas Rhoma yang dinilai hanya nol koma sekian persen dibanding popularitasnya yang mencapai 98 % ( 2 % termasuk Pak Habibie yang mengaku tidak mengenal Rhoma Irama) ternyata meleset. Rhoma berhasil menarik simpati para pengikutnya baik yang dari kalangan NU maupun non-NU untuk memilih PKB. Cak Imin dan pejabat teras PKB-pun kerap tersenyum lebar ketika diliput media. Menanggapi banyaknya media yang membahas Rhoma-Efek, Ia berucap ringan, “ itu bukan hanya efek dari saya saja, ada peran Machfud MD, peran Ketua NU, peran Ahmad Dani, dan juga caleg-caleg PKB lainnya”. Rhoma memang tulus berjuang untuk mengangkat pamor PKB yang diyakini-nya sebagai partai ulama.

Namun ketulusan Rhoma mulai “diusik”. Beberapa tokoh PKB mengikuti “gendang” pengamat politik yang “mengkerdilkan” peran Rhoma. Mereka mencoba menggiring opini dan mulai “mengkaburkan” janji pencapresan Rhoma dengan alasan suara yang tidak memungkinkan untuk mengusung capres sendiri. Dalam hal ini memang sudah benar, 10% suara tidak dapat melakukan hal itu. Semua sepakat akan hal ini.

Yang membuat “keresahan” pengikut Rhoma adalah acrobat Politik yang dilakukan oleh “elite” PKB yang seolah-olah melupakan dan tidak mengakui “Rhoma-Efek” sebagai pendulang suara. Mereka mengatakan PKB melonjak karena massa NU telah kembali ke dalam rumah mereka. Mereka tidak pernah berfikir siapa yang membuat massa NU tersebut kembali ke “rumah”. Jika mau jujur, PKB-lah yang meninggalkan NU dengan “mengkhianati” Gus Dur sehingga keluarga besar mengeluarkan “fatwa” bahwa Partai apapun boleh memakai gambar Gus Dur dalam kampanye, kecuali PKB.

Jauh sebelum Pemilu, Muhaimin telah mengatakan bahwa antara Rhoma, Machfud dan JK memiliki kekuatan masing-masing. Rhoma kuat di akar rumput, Machfud kuat dikalangan akademisi dan JK kuat di wilayah Indonesia Timur. Lalu siapakah mayoritas massa NU dan Non-NU yang memilih PKB ? Jawabannya sudah jelas bahwa PKB dimenangkan oleh massa “akar rumput”, bukan oleh akademisi dan bukan pula dari wilayah Timur Indonesia, karena selain diusung PKB, JK merupakan salah satu tokoh Golkar.

Sangat tidak bijak jika elite PKB melakukan akrobat yang menyakiti “para pengikut” Rhoma. Memang kecil kemungkinan untuk menjadikan Rhoma sebagai Capres atau Cawapres, namun meninggalkan Rhoma akan membawa kerugian besar bagi PKB. Jangan pernah sekali-kali membuat pernyataan maupun tindakan untuk “berkhianat” terhadap apa yang telah Rhoma berikan untuk PKB karena Rhoma-Efek sangatlah “menakutkan”.

By Soneta Mania