Senin

Debby Veramasari "Saya Ingin Memajukan Tanah Leluhur"

Debby Veramasari "Saya Ingin Memajukan Tanah Leluhur"

Riforri - Pemilu 2014 mendatang bakal  diramaikan oleh sejumlah artis dan selebritis yang ikut bertarung memperebutkan kursi di Senayan. Tercatat ada puluhan artis yang ingin menjadi anggota dewan. Kehadiran artis-artis ini akan memperbesar kemungkinan Senayan makin banyak diisi oleh artis.
DEBBY VERAMASARI "SAYA INGIN MEMAJUKAN TANAH LELUHUR" | Reforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran Politik
Salah satu artis yang ikut bertarung adalah Debby Veramasari atau yang lebih dikenal dengan Debby Rhoma Irama.  Mantan penyanyi cilik yang terkenal dengan lagu “Papa Genit” ini bertarung untuk Jabar XI yakni Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.
Wanita yang ingin berjuang memperkokoh sendi-sendi moral, dan  memperbaiki citra Islam dimata dunia  ini mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Untuk mengetahui lebih jauh mengapa dia mencalonkan diri dan apa saja visi dan misinya untuk membangun negara ini, Agus Suryantoro dari Koran Kota mencoba mewawancarainya di sebuah tempat di bilangan Jakarta Timur. Hasil wawancara akan diturunkan dalam bentuk tanya jawab.

Apa perttimbangan anda maju sebagai calon legislatif?

Semenjak Papa menerima komitmen untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden, kami anak anaknya ingin memberikan dukungan. Karena itu, kami berdiskusi dengan keluarga terutama Papa. Apakah kami ini sebagai vote getter atau juru kampanye saja atau langsung menjadi calon legislatif. Diskusi soal itu panjang karena harus melihat sisi baik dan buruknya. Apalagi dua pilihan itu sama baiknya. Setelah melalui berbagai pertimbangan maka pilihan kami adalah sebagai calon legislatif. Kami berpendapat bahwa tugas dan tanggungjawab sebagai anggota DPR itu sangat mulia. Selain itu, keberadaan kami anak anaknya juga untuk memberikan dukungan kepada Papa yang ingin menegakan izzul Islam dalam negara kesatuan republik Indonesia.

Mengapa memilih daerah pemilihan Tasikmalaya dan Kabupaten Garut?

Karena  kedua kota tersebut adalah wilayah leluhur keluarga papa. Kakek buyut saya, Raden Natawirdja sekitar tahun 1920 an adalah seorang Demang  di wilayah tersebut sebelum menjadi Garut dan Tasik. Sedangkan kakek saya Burdah Anggawirdja salah seorang putra beliau yang turun ke masyarakat menjadi relawan perampas senjata Tentara Belanda sekitar tahun 1940.
Kakek Burdah memenangkan perampasan senjata melawan tentara Belanda yang kemudian membentuk Pasukan Komando Garuda Putih, dan salah satu prajurit beliau  adalah Edi Nalapraya. Bapak  Edi Nalapraya pula sebagai asisten kakek yang menggendong-gendong Bapak  Rhoma bayi berpindah dari satu daerah ke daerah selama masa perjuangan tersebut. Konon, beliau pula yang mengajak masyarakat setempat bersama-sama prajuritnya swadaya menebang pohon, membuka hutan, membelah wilayah yang kemudian menjadi Garut  dan Tasikmalaya.

Berarti anda sudah siap terjun ke politik?

Awalnya saya tidak tertarik dengan panggung politik. Politik adalah soal siasat-siasat. Saya tidak bisa seperti itu. Saya ingin berbuat dengan apa adanya. Tapi karena saya ingin menjadi perubahan dari bangsa ini agar lebih bermartbat  dan ingin membantu Papa maka saya terjun sebagai caleg.
Sejauh yang sudah saya pelajari, amati, menjadi legislator itu sebetulnya mulia. Menjadi wakil, mediator rakyat, mengakomodir apa yang dibutuhkan masyarakat. Namun, semua kembali pada diri sendiri. Apapun yang kita lakukan untuk bangsa, semulia apapun pekerjaan itu kalau kita melakukannya tanpa hati nurani apakah itu akan jadi mulia?
Saya sangat ingin bisa melakukan sesuatu untuk bangsa ini, saya ingin bisa memajukan tanah leluhur saya, Tasikmalaya.
Kita tidak pernah tahu seperti apa kedepan. Tapi setidaknya bila ada kesempatan kenapa tidak saya manfaatkan peluang yang ada.

Seandainya nanti terpilih apa yang akan menjadi konsentrasi anda?

Saya menyukai dunia anak anak dan wanita. Karena masa depan bangsa ini ditangan mereka. Saat ini kondisinya sangat memrihatinkan. Dunia anak anak kita sudah berubah menjadi ‘westernisasi’. Lihat saja games atau permainan mereka, sebagian besar adalah produk barat dan tokoh tokoh yang disenangi anak anak adalah tokoh barat seperti Batman, Superman dan sebagainya.  Kita sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada games soal pewayangan atau soal budaya lokal. Ini berbahaya karena mereka tidak lagi mengenal seni budaya bangsanya sendiri.
Kemudian taman bermain untuk anak anak balita di seluruh daerah tidak ada. Padahal ini juga penting bagi mereka. Ada baiknya jika tiap daerah, atau minimal tingkat RW memiliki arena bermain untuk balita tersebut. Tidak perlu yang luas sekali, ukuran 10x10 meter di setiap rukun warga sudah cukup bagi anak anak balita itu untuk bermain. Dalam usia yang tergolong tumbuh kembang itu memang diperlukan perhatian khusus. Sehingga mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang baik.
 

Anda bilang bahwa anak anak sudah terkontaminasi budaya luar, lantas apa solusinya agar mereka tidak makin jauh?

Apa yang baik kita kembangkan dan apa yang tidak baik kita buang. Dan patokan atau landasan kita sudah ada dalam Pancasila dari sila pertama sampai sila kelima. Jika itu tertanam dengan baik maka rasa nasionalisme dan kebangsaan kita akan tinggi. Dan, kita harus konsekwen untuk melaksanakan apa yang ada dalam Pancasila itu. Saya ambil contoh sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berlaku bagi semua agama yang ada di Indonesia. Jadi kalau bulan Ramadhan, kalau libur Ramadhan bukan hanya sekolah Islam yang libur, tapi yang lain yang non Islam juga libur dan liburnyapun sebulan. Tidak seperti sekarang, masih terkotak kotak. Demikian pula kalau hari Raya Nyepi. Bukan hanya orang Hindu yang melakukan acara Nyepi. Seharusnya jika kita paham dengan ajaran Pancasila maka semua warga yang ada harus menghormati kegiatan Nyepi itu dengan tidak melakukan aktivitas seperti umat Hindu. Ini juga  berlaku pada hari Raya Natal dan hari Waisak untuk umat Budha. Jika Indonesia bisa seperti ini negara ini akan harmonis dan kita bisa menjadi teladan bagi bangsa lain. 

Bagaimana anda memandang kepemimpinan seorang  ayah yang kebetulan  adalah orang yang sangat populer?

Papa sebagai pemimpin dalam keluarga mendirikan rumah tangganya dengan konsep Islam, sangat religius. Setiap sendi norma agama yang diajarkan oleh Islam diberlakukan dalam hidupnya tanpa terkecuali. Sejak kecil saya sudah terbiasa hidup berdampingan dengan paman-paman, tante-tante, sepupu  dan teman yang beda agama.
Kami bukanlah keluarga rasis, papa saya tidak pernah mengajarkan perbedaan dalam bermasyarkat, tetapi sebagai seorang muslim beliau menegakan dan  mengamalkan aqidah Islam.

Bagaimana dengan ibu?

Ibu saya adalah alm Hj, Veronika Agustina Tiboleng. Beliau adalah keturunan Menado, Portugis dan Belanda yang penganut Katholik taat, tetapi mama menjadi mu’alaf pada tahun 1970 ketika akan menikah dengan papa dan wafat sebagai muslim. Selama hidupnya, walaupun bercerai dengan papa alhamdulillah beliau tetap komit dengan Islam, agama yang diyakininya membawa penyejuk dan damai dengan saudaranya yang non muslim.

Temani Anak

Bagi seorang ibu, tidak ada yang membahagiakan selain bisa menemani putra putrinya tumbuh dewasa dengan baik. Ini juga yang dialami oleh Debby Veramasari. Katanya tidak ada yang paling membahagiakan selain bisa menemani putranya  Hakim belajar di rumah pada malam hari. Meski masih duduk di  kelas IV sebuah sekolah dasar di kawasan Jakarta Selatan, anak laki laki lakinya ini sudah cukup mandiri dalam soal belajar. “Saya merasa bersalah jika tidak bisa menemani dia belajar,” ujar perempuan berbintang Sagitarius ini.
Dia lantas bercerita bahwa Hakim, demikian panggilan putranya itu, akan bertanya jika dirinya sudah berjanji menemani belajar lantas keluar rumah karena ada kegiatan. Karena itu, sesibuk apapun dia akan menyempatkan diri untuk menemani putranya tersebut. Paling tidak, dia ikut memeriksa pekerjaan rumahnya itu, jika dia sedang berhalangan menemaninya belajar.  Apalagi, putranya itu adalah anak yang baik dan penurut. “Jadinya tidak tega kalau ninggalin lama-lama,” ujar putri pertama pasangan Rhoma Irama dan Veronica ini.
Meski begitu, karena sesuatu dan lain hal, dia pun terpaksa meninggalkan putra kesayangannya itu untuk belajar sendiri. Terlebih sejak dia memutuskan menjadi caleg aktifitas di luar rumahnya menjadi lebih banyak karena harus turun ke daerah pemilihannya di  Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.
Sementara mengenai bagaimana cara mendidik sang anak, sama seperti keluarga besarnya, bahwa tidak perlu ada pembatasan. Yang penting harus disesuaikan dengan usianya. “Papa dan mama saya juga begitu,” tuturnya.
Misalnya, ketika dia kecil, keluarganya sudah memperkenalkan  lagu lagu barat, namun tidak semua lagu bisa didengarkan. “Waktu kecil kita diberi lagu lagu. Salah satunya nikka costa, memang lagu anak anak,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa dia justru jarang mendengarkan lagu lagu Papanya. Artinya, hanya lagu lagu yang sesuai dengan usia dirinya yang boleh didengarkan.
Soal genre, terang Debby tidak dibatasi. Boleh pop, funk, soul, rock, jazz atau apapun asalkan sesuai usia tidak masalah.
Demikian pula dengan tontonan atau film, semua dipilih sesuai dengan perkembangan dari usia sang anak, sehingga anak bisa berkembang sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Dan, ini yang sekarang jarang dilakukan oleh keluarga keluarga Indonesia. Akibatnya, anak anak melihat film atau mendengarkan lagu lagu  apapun yang jelas jelas bertentangan dengan tahapan perkembangan psikologisnya tersebut. Ojay

Biodata

Nama    : Debby Veramasari
Tempat, tgl lahir: Jakarta, 18 Desember 1972
Anak: 3 orang

Pendidikan:

-TK Aisyiah Tebet
-SD Muhammadiyah 06
-SD Al Azhar
-SMP Al Azhar
-SMA  Zaha
-Univ Hukum Zaha
-Hardhas Fashion Design

Karir

-Marketing Tricipta Grafitama
-Sekdir Produksi Jetcom
-Direktur PT Bustana Azza Anugrah
-Bisnis Administrasi Soneta Grup

Minggu

Laki-laki Lebih Takut Botak Dibanding Takut Impoten

Laki-laki Lebih Takut Botak Dibanding Takut Impoten

Riforri - Proses penuaan memang kerap dianggap menakutkan, tak terkecuali oleh para laki-laki. Berbagai gangguan kesehatan maupun penampilan, mulai dari impotensi hingga kebotakan menghantui setiap laki-laki sejak menginjak usia paruh baya.
Laki-laki Lebih Takut Botak Dibanding Takut Impoten | Riforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran Politik

Sebuah survei di Inggris mengungkap bahwa ketakutan paling besar yang dihadapi para laki-laki saat beranjak tua adalah jika kepalanya makin botak. Bahkan, jumlah laki-laki takut botak lebih banyak dibandingkan laki-laki yang takut mengalami impotensi.

Survei yang dilakukan terhadap 200 laki-laki dewasa tersebut mengungkap, 94 persen laki-laki takut botak sementara hanya 89 persen yang mengaku takut menjadi impoten. Di bawahnya, 75 persen laki-laki takut berubah dan 64 persen takut gemuk.

Selengkapnya, 8 hal yang paling ditakuti para laki-laki saat mengalami proses penuaan adalah sebagai berikut seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (22/9/2013).
1. 94 persen takut botak
2. 89 persen takut impoten
3. 75 persen takut beruban
4. 64 persen takut gemuk
5. 61 persen takut ompong
6. 45 persen takut rabun dan harus pakai kacamata tebal
7. 31 persen takut tuli
8. 24 persen takut punya bau mulut

Biasanya, penipisan rambut hanya dikeluhkan oleh para perempuan yang menganggap rambut sebagai mahkotanya. Laki-laki, meski jarang mengeluh secara terang-terangan, rupanya sama paniknya jika sudah mulai sering mendapati rontokan rambut di bajunya.

"Selain dengan memakai topi, tidak banyak cara untuk menyembunyikan kepala yang sudah botak total, kecuali Anda punya uang untuk perawatan seperti pigmentasi kulit kepala," kata seorang psikoterapis, Toni Mackenzie.Odtc

Ekspor Dangdut vs Impor Miss World

Ekspor Dangdut Yes, Impor Miss World No

Riforri - Indonesia berlimpah sumber pangan dan sumber sumber lainnya. Di negara ini, setidaknya memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 buah-buahan, 75 sumber lemak dan 232 jenis sayuran. Sayangnya, sebagian pangan malah masih dipenuhi dari impor. Kondisi di lapangan, komoditas-komoditas unggulan pangan ini sebagian besar masih tergantung impor. Sebut saja, impor beras pada tahun lalu mencapai 1,95 juta ton, jagung 2 juta ton, kedelai 1,9 juta ton, dan gandum 7 juta ton. Lalu, daging sapi setara 900 ribu ekor, ayam indukan 900 ribu ekor, gula 3,06 juta ton dan  teh US$11 juta. Termasuk garam, ikan, susu, buah-buahan dan sayuran.
 
Ekspor Dangdut vs Impor Miss World | Riforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran Politik
Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) mengatakan, hingga saat ini, kebijakan mengatasi masalah pangan selalu mengambil jalan pintas dengan impor. Padahal, negeri ini menyediakan sumber pangan melimpah. Padahal, lanjutnya, keragaman hayati menyediakan sumber pangan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang dapat mencukupi kehidupan rakyat. Dan ironisnya, bukan hanya di sektor pangan. Di bidang seni dan budaya, budaya impor juga merajalela. Lihat saja betapa banyak promotor yang mendatangkan artis artis luara ke Indonesia, bahkan artis Korea atau musik musik Korea yang lebih dikenal dengan K-Pop lebih bannyak digandrungi dibandingkan dengan musik local. Yang terakhir yang cukup mengundanng kontroversi penyelenggaran Miss World. Budaya pamer tubuh ini didopsi dan digelar di Indonesia. Kontes kecantikan yang sudah digelar sejak 1951 ini mereposisikan diri sebagai ‘kecantikan dengan sebuah tujuan’. Namun, dalam beberapa kali penyelenggaraan, umbar aurat adalah salah satu sesi yang memperoleh penilaian. Meski di Indonesia tidak ada sesi berbikini, Majelis Ulama Indonesia tetap berkeberatan dengan penyelenggaraa kontes kecantikan tersebut.
"Kontes itu hanya alasan untuk memperlihatkan bagian-bagian tubuh perempuan yang seharusnya ditutup," ujar Mukri Aji, ulama dari MUI Jawa Barat.
Fakta fakta ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari kita justru bangga saat menggunakan atau memakai budaya orang lain.
Padahal, kata HS Dillon budaya impor, apakah impor pangan atau impor lainyya hanya menguntungkan sekelompok pihak, karena menciptakan praktik kartel.
"Selain itu, impor kartel sangat bertentangan dengan filosofi bangsa Indonesia," kata HS Dillon yang juga utusa Khusus Presiden untuk Penanggulangan Kemiskinan.
Menurutnya, dahulu bangsa Indonesia maju dalam bidang pertanian, karena memiliki people power. Namun saat ini, kondisinya terbalik. Ia menilai, hal tersebut tak terlepas dari peranan para pemimpin negeri ini yang justru tak berpihak pada rakyat. Berbeda dengan Malaysia, kondisi masyarakat di sana lebih baik karena pemimpinnya berpihak pada rakyatnya.
 
Di luar negeri, lanjutnya, banyak kekuatan politik yang bisa memberangus praktik kartel agar negara ekonomi tidak rusak. Namun, lagi-lagi ia melihat kondisi yang terbalik di Indonesia, karena kekuatan politik tidak melakukan hal tersebut. Ia menilai, Kadin sebenarnya punya peranan dan bisa mendesak presiden agar melaksanakan kebijakan yang menguntungkan pemerintah serta rakyatnya dalam rangka memberantas praktik kartel.
Kenaikan harga pangan yang terjadi akhir-akhir ini merupakan permainan para kartel yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun. "Kartel besar ada di balik semua ini. Pedagang-pedagang besar yang memiliki kekuatan menentukan harga," katanya. Permainan kartel juga melibatkan birokrat maupun instansi tertentu sehingga mereka mendapatkan keuntungan dengan tingginya harga. Menurut dia, Bulog selaku instansi yang diberi kewenangan untuk mengontrol harga di pasar pada kenyataannya tidak mampu melakukan fungsinya tersebut dan akhirnya harga  diserahkan ke pasar.
Padahal, tambahnya, tak ada satu pun negara di dunia berpenduduk besar yang pemerintahnya menyerahkan urusan pangan kepada pasar, sedangkan di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya. Dirinya juga menyayangkan kebijakan pemerintah yang menjadikan Bulog sebagai Perusahaan Umum (Perum) sehingga peran lembaga tersebut untuk melindungi rakyat kecil berubah sebagai lembaga pencari keuntungan. Dillon mengakui, kenaikan harga pangan saat ini bisa dijadikan sebagai legitimasi pihak tertentu seperti Bulog maupun para pedagang dari luar negeri.

Dillon menambahkan, penyebab terjadinya gejolak harga komoditas pangan saat ini akibat ketidakmampuan dan rendahnya pola pikir pejabat-pejabat di Kementan dan Kemendag. Mereka dinilai hanya memikirkan rencana jangka pendek, sehingga tidak bisa merealisasikan program jangka panjang yang bertujuan mewujudkan swasembada pangan. Dikataka bahwa beberapa tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memerintahkan kepada Menteri Pertanian untuk melakukan restrukturisasi sektor pertanian secara luas, tetapi instruksi ini tidak dijabarkan dalam program dan kebijakan yang konkret dan jelas. Akibatnya, hingga kini tidak terlihat ada keberhasilan dalam program ini. Untuk itu diperlukan pemikiran yang cermat dalam membereskan sistem tata niaga pertanian, serta keberpihakan kepada petani. Jika tidak, bukan tak mungkin ketergantungan RI akan produk pangan impor akan semakin berkepanjangan. Parahnya lagi, lanjutnya, importasi pangan tak hanya terjadi pada satu komoditas saja namun hampir di seluruh komoditas pertanian yang sanggup diproduksi di dalam negeri juga impor.


Ekspor Dangdut Yes

Dangdut adalah musik  yang digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan musik yang awalnya dipandang sebelah mata ini mulai unjuk gigi di dunia Internasional.
H. Rhoma Irama saat menghadiri acara peluncuran Album "Dangdut in America" yang menampilkan penyanyi muda asal Maryland AS, Arreal Tilghman, di Jakarta,beberapa waktu lalu mengatakan,  bahwa sejak revolusi dangdut yang pertama pada dasawarsa 1970 an, musik dangdut terus berkembang dan bahkan diminati masyarakat dunia. Saat ini tak kurang dari 70 negara mempelajari musik ini.
 
Kehadiran Arreal Tilghman sebagai penyanyi dangdut tentu saja merupakan kejutan yang besar bagi insan dangdut Indonesia. H. Rhoma Irama mengatakan bahwa suara Arreal Tighman sudah memenuhi spesifikasi untuk penyanyi dangdut. Arreal Tilghman merupakan juara audisi "Dangdut in America"   yang digelar selama 2 tahun di negara paman Sam tersebut. Saat ditanyakan mengenai ketertarikannya untuk mengikuti audisi, Arreal mengatakan bahwa lagu dangdut merupakan musik yang belum pernah ada di AS.
"Saya tertarik mendengar dangdut, karena musik ini tidak ada di negara saya. Saya mempelajari lagu "Dara Muda" ciptaan Rhoma Irama, dan saya menang. Lagu itu luar biasa, membuat orang asyik bergoyang," kata Arreal.

Promosi peluncuran album Arreal Tilghman di Jakarta merupakan kegiatan kedua, setelah peluncuran pertama kalinya di negara asalnya sendiri, Amerika Serikat November 2008 lalu. Saat ditanyakan mengenai antusiasme masyarakat Amerika Serikat mengenai album dangdut pertamanya, Arreal mengatakan bahwa sambutan masyarakat Amerika Serikat sungguh luar biasa. "Saya tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa datang. Tetapi peluncuran di Amerika kemarin mendapat sambutan luar biasa," ujar Arreal.
Sebelum memenangi acara audisi ‘Dangdut in America', Arreal Tilghman berprofesi sebagai petugas pemadam kebakaran. Luar biasa bukan???. Ada satu lagi, budaya Indonesia yang dikenal oleh negara-negara lain di penjuru dunia ini, tidak hanya di satu negara, tetapi 70 negara. Bersyukurlah karena Tuhan atas segala rahmatNya menaruhkan kita ada di bumi yang kaya akan kebudayaanIndonesia.
 

Dangdut Dipelajari 70 Negara

Rhoma Irama mengungkapkan, musik dangdut asal Indonesia telah dipelajari di 70 negara di dunia, dan 75 universitas di seluruh dunia. Rhoma melontarkan fakta tersebut, dalam sebuah acara yang digelar di sebuah kafe di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (3/2) sore. Angka-angka tersebut, kata Rhoma, didapatkannya dari sebuah riset yang dilakukan Profesor Andrew Weintraub dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat (AS).
Menurut Andrew, dangdut ternyata telah dipelajari di hampir 70 negara di dunia, di 75 universitas di dunia. Itu sebabnya saya diundang beberapa waktu lalu ke Pittsburgh, dimana saya diminta untuk memberikan sebuah makalah," ujarnya.
Weintraub, lanjut Rhoma, adalah salah seorang penerus musik dangdut yang berada di AS melalui kelompok musik dangdut yang didirikannya di Pittsburgh, Dangdut Cowboy. "Para pemainnya adalah para profesor dari University of Pittsburgh," tambahnya.
Rhoma menyatakan, dulu sempat terjadi sebuah revolusi dangdut yang berimbas pada sebuah perubahan pandangan terhadap industri tarik suara maupun musik dangdut. "Ada semacam sense of universalitas yang jadinya, ada yang bernuansa universal yang terdapat di dangdut itu. Sehingga, dangdut itu bisa diterima di mancanegara," katanya.
Hal tersebut telah terbukti dengan ditemukannya Arreal Tilghman, seorang pria berkulit hitam yang menjuarai kontes "Dangdut in America", yang di negeri Paman Sam tersebut pada beberapa waktu lalu.
Menurut rencana, untuk menjembatani kelangsungan musik dangdut antara Indonesia dan AS, Rhoma bakal menduetkan Tilghman dengan putranya, Ridho Rhoma, untuk sebuah proyek musik. 
 

Dangdut Adalah Indonesia

Jika menilik sejarahnya, dangdut berasal dari kulturisme musik India dan Melayu yang mengendap dengan irama dang dan dut (asal kata dangdut) yang dipadukan dengan harmonisasi aransemen dengan nada dicengkokan. Indonesia adalah dangdut, dan dangdut adalah Indonesia Begitulah kira-kira orang menyebut keakraban diantara keduanya. Padahal jika ditilik lebih jauh, dangdut bukanlah produk asli kebudayaan Indonesia, melainkan musik yang berasal dari India.Namun karena sudah disukai maka  dangdut telah menjadi  milik Indonesia.
 
Dangdut adalah jenis musik yang sangat unik. Dangdut dapat dipadukan dengan berbagai musik lain (bersifat konservatif) misalnya ketika rock didangdutkan berubah menjadi rockdut, pop didangdutkan menjadi popdut, dan musik jawa seperti keroncong didangdutkan menjadi campur sari, yang diperkenalkan oleh Didi Kempot. Dangdut memiliki birama 4/4 dan jarang ditemukan lagu dangdut yang memiliki birama3/4 kecuali pada berbagai lagu dangdut tahun 1960-an seperti burung nuri dan seroja. Musik dangdut dinilai sangat miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni. Walaupun demikian karena kekurangan itulah musik dangdut berbeda dengan aliran musik lain seperti pop, rock, keroncong dan mengandalkan ketukan tabla dan singkep. Musik dangdut dibawakan dengan nada dicengkokan, dan hal inilah yang menjadi daya tarik utama dangdut yang membawa penikmatnya dengan tanpa sadar berjoged. Dan saking nikmatnya, sebagian orang berpendapat stress dikepala hilang sesaat  apabila mendengar dan berjoged dangdut.

Dangdut Mulai Masuk Tahun 1940

Dangdut masuk ke Indonesia sekitar tahun 1940-an ketika musik melayu kontemporer masuk dan berpadu dengan unsur-unsur India (seperti penggunaan tabla) serta cengkok dan harmonisasi Arab. Perkembangan dangdut mulai matang tahun 1950-an sampai 1960-an ketika banyak bermunculan orkes-orkes melayu di Jakarta yang memainkan lagu Deli dari Medan. Dan bersamaan dengan masuknya musik India kedalam dangdut yang dibawa oleh  Eliya Kadam dengan lagu boneka Indianya dan Husein Banafie (salahsatu penulis lagu ratapan anak tiri)  yang berhasil membius masyarakat kita dengan nada-nada indahnya.  Gaya musik dangdut terus berkembang ditahun 1970-an dengan kemunculan Soneta Group yang dimotori Rhoma Irama.
Penyanyi yang memperoleh sebutan King of Dangdut, inilah yang akhirnya banyak mempengaruhi perkembangan musik dangdut. Bersama  Elvie Sukaesih yang disebut  ratu dangdut, dan A. Rafiq si Elvisnya dangdut, diaroma dangdut di Indonesia makin berwarna.   Mereka membawa musik dangdut menjadi musik yang digemari masyarakat Indonesia  khususnya kaum marjinal. Apalagi, pada tahun itu perkembangan musik Barat sedang panas-panasnya dan membawa angin segar bagi musik dangdut dengan kemunculan gitar listrik, mandolin, orgen listrik dan perkusi.  Nada dangdut yang lemah gemulai dan merayu-rayu serta sangat terbuka terhadap pengaruh musik lain mulai dari keroncong, laggam, rock, pop, bahkan house musik  makin menancapkan eksistensi dangdut pada waktu itu. Sebut saja lagu ‘adu domba’ ciptaan Rhoma Irama yang berhasil membius dan mengetarkan pinggul orang Indonesia untuk bergoyang.
 
Seiring perkembangan pemerintahan Soeharto dangdutpun makin melahirkan anak turunan. Ada Meggy Z, Kristina,  Mansyur S, Iis Dahlia, Evi Tamala, Ikke Nurjanah dan kawan-kawan.  Dangdut mulai meramaikan jagad hiburan dan industri musik tanah air sehingga Indonesia mulai terserang wabah dangdut. Bahkan  virus dangdut sampai ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, beberapa negara Eropa, hingga negara adikuasa yaitu Amerika Serikat. Di negaraa negara wabah dangdut, terus merajalela.  Maka pada tahun 80-90 an  Rhoma Irama sang Raja dangdut menegaskan  bahwa Indonesia sudah swasembada dangdut.dan sampai akhir tahun 90-an saat runtunya rezim soeharto dangdutpun mulai tergerus dan mengalami masa reformasi dangdut.
 

Musik Dangdut Memang Fantastis.

 Dangdut  telah melewati berbagai kondisi yang berbaur dengan kultur masyarakat Indonesia. Dangdut adalah musik kebanggaan bangsa, karena melalui dangdut kita dikenal dunia dan melalui dangdut juga kita memiliki karakter musik tersendiri yang dimiliki bangsa lain. Fanatisme akan dangdut juga menjadi fenomena yang ajaib bahkan beberapa tokoh musik dunia menyebut itu sebagai the miracle of dangdut.
Fanatisme itu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia saja, bahkan negara-negara lain seperti Arab Saudi, Qatar, Belanda , sampai negara adidaya yaitu Amerika Serikat tak luput dari fanatisme dangdut. Hal itu dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain,  lirik musik dangdut yang unik dan mudah dimegerti;  dangdut adalah musik rakyat, tidak ada pembeda baik sikaya atau si miskin; aransemen musik yang  familiar dan mudah mengajak badan untuk bergoyang, dan musik dangdut yang dipercaya dapat menghilangkan stres adalah faktor penentu kenapa dangdut sangat digemari .Dangdut juga kerap kali digunakan sebagai alat politik. Partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan musik dangdut untuk menarik massa.

Setelah reformasi dangdut mulai menapaki perjalanan baru  yaitu dangdut  yang lebih demokratis, dangdut menjadi lebih berani dan agresif. Media masa dan TV menjadi lebih sering mengadakan acara-acara dangdut yang dibumbui goyang erotis. Hal itu diawali dengan kemunculan Ainul Rokhimah atau lebih  familiar dipanggil Inul Daratista dengan goyang ngebornya merubah wajah musik dangdut menjadi sangat variatif dan kadang dicap murahan. Hal ini adalah evolusi dari berbagai  goyang dangdut di berbagai daerah yang memunculkan jiwa erotisme ini. Perlu disadari dangdut diberbagai pelosok dapat dikatakan sangat erotis, jika  Inul bergoyang dengan pantatnya, di daerah ada yang lebih seronok lagi. Ironis memang kondisi dangdut saat ini. Pasalnya setelah kemunculan goyang ‘ngebor’nya Inul, muncul ‘goyang ngecor’, ‘goyang gergaji’, ‘patah-patah’, ‘sedot tembok’ dan goyang perkakas bangunan lainnya. Bahkan banyak pihak yang menyebut dangdut adalah makanan pokoknya, dan erotis adalah lauknya.  Keadaan ini memaksa sang raja dangdut Rhoma Irama turun tangan dan ‘mencekal’  goyangan seronok milik Inul.
Pasca Inul, muncul goyang lain dan melahirkan idola lain yang juga ‘kontroversi’ seperti  Trio Macan, Duo San San dan lain lain. Akibatnya cekal- mencekal terjadi kembali, bahkan Dewi Persik dicekal walikota  Tanggerang karena dinilai goyangannya mengundang nafsu.
Di era sekarang  ini dangdut mengalami erosi karakter. Dangdut sekarang dipandang sebagai musik ‘murahan’, aliran musik orang kampung  dan musik dengan tampilan sensualitas yang mempertontonkan aurat khususnya kaum hawa. Tidak bisa dipungkiri hal ini telah menjadi paradigma baru  masyarakat saat ini. Mereka lebih senang menyayikan lagu berbahasa Jepang atau hip-hopnya orang Barat ketimbang dangdut is the music of my country. Kalangan musisi dangdutpun terkesan ‘apatis’ dan membiarkan sensualitas dangdut terus berjalan. Bahkan para penyayi dangdut kontemporer saat ini merasa bangga dan tidak ada rasa malu sedikitpun ketika ia mempertontonkan goyangan sensualitasnya. Banyak musisi dangdut yang berpendapat dangdut tanpa goyang itu bagai sayur tanpa garam. Tapi yang menjadi pertanyaan sekarang ini apakah goyangan yang berlebihan dengan sensualitas itu boleh. Jika itu dilegalkan bahkan dilumrahkan dimana letak moral orang timur dengan adat-istiadatnya. Benar, dangdut sedang mengalami krisis karakter?


Dangdut Merupakan Kebanggaan Indonesia

Dangut berkembang menjadi sangat Indonesia. Bahkan,  Dangdut ditampilkan sangat instan dan  ingin cepat sukses. Muncul berbagai kontes dangdut yang memunculkan bintang-bintang dangdut karbitan yang dipaksa untuk popular sebelum waktunya. Akibatnya, eksistensi mereka pun meredup tatkala kontes dangdut itu selesai. Dangdut juga dibuat dengan apa adanya. Banyak musisi dangdut saat ini cenderung membuat musik dangdut dengan nada seronok dan lirik yang sebetulnya tidak patut untuk dibuat lagu. Misalnya keong racun, jablai dan kucing garong yang sebetulnya tidak pantas diperdengarkan. Bahkan banyak anak- anak yang menyayikanya. Ironis memang. Dangutpun terkesan ‘munafik’ dan mengharapkan belas kasihan orang. Dangdut digunakan sebagai media penyayi untuk merauk rupiah dengan saweran yang memperontonkan erotisme. Jika melihat  fakta itu, maka wajar bila dangdut mendapat cap ‘murahan’ dari masyarakat.
Dangdut yang dijadikan media dakwah oleh H Rhoma Irama berubah menjadi dangdut sebagai media penyalur erotisme. Jauh  sebelumnya, dangdut juga mengundang perdebatan dan berakhir dengan pelarangan panggung dangdut dalam perayaan sekaten, karena penyayi dangdut wanitanya terlalu terbuka dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi sekaten. 
 
Terdapat berbagai alasan yang mengangap dangdut dinilai  sebagai musik ‘murahan’. Pertama, dangdut adalah musiknya orang marginal sehingga dipandang musik rendahan. Kedua,  Dangdut sekarang dipertontonkan dengan goyang-goyang yang aneh dan mengumbar hawa nafsu sehingga kerapkali dipandang dangdut adalah makanan pokok dan erotis adalah lauknya.Ketiga Dangdut terkesan ‘munafik’ dan mengharap belas kasihan orang lain, dangdut ditampilkan erotis hanya untuk meraup sedikit rupiah oleh penyayinya. Ke empat, banyak lagu dangdut yang sebetulnya melanggar norma kesusilaan baik dari aransemen maupun liriknya dan Ke empat Dangdut dipandang tidak indah lagi karena tidak bersifat mendidik lagi.

Dalam kondisi seperti ini, siapa yang harus disalahkan ? Pemerintahannya, pelakunya atau masyarakatnya?
Padahal musik dangdut sudah menjadi bagian dari warga Indonesia? Ingat bangsa yang besar adalah bangsa yang cinta akan karya anak bangsanya. Memang dangdut bukan berasal dari Indonesi, akan tetapi dangdut telah menjadi ruh bangsa dan dapat dimasukan kedalam budaya bangsa. Dan ketika dangdut dicap murahan apakah kita sebagai bangsa Indonesia akan membiarkannya? Tentu tidak kita harus melakukan proteksi terhadap musik kebanggaan kita ini. Kita harus mengambil berbagai langkah seperti; menghapus Erotisme musik dangdut karena melanggar norma kesusilaan dan dapat menjadi racun bagi anak bangsa. Kedua  Pembibitan musik dangdut harus diperbaiki dari sifat instant. Ketiga, organisasi musik dangdut yang professional dan bila perlu buat undang undang khusus tentang dangdut.

Apalagi musik  Dangdut telah mewarnai relung hati rakyat Indonesia dari berbagai kalangan dan  Dangdut terbukti kerap kali mengharumkan nama bangsa Indonesia di luar negeri. Perlahan tapi pasti, dangdut akan menjadi musik yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Sekarang Dangdut ada dimana-mana dan didengarkan kalanngan apa saja. Maka tak salah, jika   Project Pop menyebut Dangdut, sebagai  Dangdut is The Music of My Country.

Siapa tidak mengakui perbedaan
Tidak pernah diajari di skolahan
Semua orang macam2 diciptakan
Cakep atau jelek smua punya perasaan
Ada orang Batak, ada orang Jawa
Ada orang Ambon, ada juga orang Padang
Ada orang Menado, ada orang Madura
Ada orang Papua, nggak disebut jangan marah
* Apakah yang dapat menyatukan kita
salah satunya dengan musik
Dangdut is the music of my country

Reff :
Dangdut is the music of my country, my country, of my country
Dangdut is the music of my country, my country, of my country
Aaaaa, oh my country

Kalo ngaku ngerti tentang persatuan
Mengapa adu domba mudah dilakukan
Kenapa smua mudah hilang kesabaran
Kenapa smua mudah diprovokasikan
Ada kulit hitam, ada kulit putih
Ada rambut panjang, ada juga rambut keriting
Ada mata besar, ada mata sipit
Ada orang kaya ada juga orang miskin
(Project Pop)


Miss World, Jatuhkan Martabat Perempuan

Front Pembela Islam (FPI) menilai Miss World yang digelar di Bali merupakan ajang untuk menjatuhkan harkat dan martabat perempuan. Karena itu, Sekretaris FPI Kaltim, Masnari, mengajak semua kaum hawa untuk menolak ajang tersebut dan tidak menonton setiap tayangannya.
“Seperti fatwa Majelis Ulama Indonesia, ajang Miss World tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mewajibkan Muslimah menutup auratnya. Ajang itu adalah ajang yang banyak mudaratnya. Hendaknya dijauhi dan tidak digelar di Indonesia,” tegasnya.
Ormas FPI juga mengatakan, dalam pelaksanaan Miss World di Bali banyak ditemukan pelanggaran Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi. Sebab, semua model berfoto menggunakan bikini. Bahkan, tuding Masnari, ada juga sesi foto bugil di kamar mandi.
“Ini merusak moral bangsa. Agama pun dilanggar. Kalau sudah begini siapa yang disalahkan?” ketusnya.
Di tengah polemik penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia, yang  ditolok oleh Umat Islam sebuah ajang bertajuk Miss World Muslimah 2013 telah digelar di Jakarta
Acara Miss World Muslimah 2013, dihadiri perwakilan dari 6 negara, yaitu Indonesia, Iran, Bangladesh, Malaysia, Nigeria, serta Brunei.
Kegiatan ini adalah penyelenggaraan ketiga kalinya, yang mensyaratkan pesertanya mirip dengan penyelenggaraan Miss World, tetapi harus beragama Islam, mampu membaca Alquran, serta menggunakan kerudung dan menutup sebagian tubuh tertentu.
"Kita tidak meng-exposure (mengeskploitasi) kaum wanita, tapi kami ingin memperlihatkan kaum wanita Islam itu juga talented (berbakat),skill-nya (keahlian) juga ada, dan kami berharap ini bisa menjadi contoh yang baik buat kaum muslimah lainnya," kata Muhammad Reza Irawan, juru bicara Miss World Muslimah 2013.
Ditanya tentang kewajiban semua peserta harus menggunakan kerudung dan menutup sebagian tubuhnya, Muhammad Reza mengatakan bahwa kerudung itu merupakan kewajiban bagi kaum muslimah, menginngat wanita tidak boleh terlihat wajah dan telapak tangannya. Dia juga menegaskan bahwa penyelenggaraan Miss World Muslimah bukanlah untukmenandingi Miss World  2013.


MUI Sesalkan Miss World Digelar di Indonesia

 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan penyelenggaraan Miss World di Indonesia, karena dipandang bertentangan dengan Pancasila, ajaran agama dan budaya di Indonesia. Miss World, menurut MUI, menganut paham kebebasan, terutama dalam cara berpakaian yang diindustrialisasikan sehingga menguntungkan beberapa pihak.
"MUI menolak secara tegas terselenggaranya Miss World di Indonesia, karena bertentangan dengan agama dan Pancasila Sila ke dua, yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab," ujar Ketua Bidang Perekonomian dan Produk Halal MUI Amidhan di Jakarta, Sabtu (14/9).
Amidhan mengatakan, penyelenggaraan Miss World merupakan budaya barat yang sekuler, liberal dan kapital, karena secara keseluruhan, acara tersebut bermuara pada materi dan mencari keuntungan semata.
Untuk itu, katanya,  MUI berharap pemerintah dapat menghentikan acara tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi sebagian masyarakat dan komunitas yang menolak penyelenggaraannya.
Sementara, Ketua MUI Pusat Ma`ruf Amin mengatakan, MUI tidak mempermasalahkan demonstrasi yang digelar beberapa organisasi masyarakat untuk menolak penyelenggaraan Miss World di Indonesia, asal tetap menjaga ketertiban umum.
"Menurut kami, demo itu tidak masalah, asalkan tidak anarkis dan menjaga ketertiban. Kami juga berharap agar pemerintah mendengarkan aspirasi tersebut," ujar Ma`ruf.

Raja Dangdut Dalam Sketsa Budaya

Rhoma Irama “Raja Dangdut” dalam Sketsa Budaya Massa (Sebuah Pengantar)


Rhoma Irama Raja Dangdut | Reforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran PolitikRiforri - Ketika saya berniat menulis tentang perjalanan Rhoma Irama dan Soneta Groupnya, ada sejumlah pertanyaan muncul di benak saya. Apa yang mau saya tulis tentang Rhoma? Mengapa Rhoma penting untuk ditulis? Seberapa penting pengaruhnya dalam merevolusi dangdut? Apa yang membedakan musik dangdut dengan berbagai genre musik lainnya? Benarkah musik dangdut kampungan? Apakah mereka yang menyukai musik dangdut mesti berselera rendah atau kampungan? Sejumlah pertanyaan tersebut tentu akan memunculkan jawaban yang tidak (mungkin) sama. Tergantung dari sudut mana kita akan memandangnya. Yang jelas, sederetan pertanyaan-pertanyaan di atas, membawa saya untuk melakukan sebuah pencarian…


Alasan saya menulis buku ini lebih karena sisi dukungan ilmiah pada musik dangdut sangatlah minim. Entah mengapa para peneliti enggan mengkaji jenis musik yang satu ini. Sejak pertama muncul dan dikenal lewat pemunculan Ellya Khadam, bintang pada era 60-an, dengan hitnya ”Boneka dari India”, baru ada beberapa kajian akademis tentang dangdut, di antaranya dari disiplin sejarah (Frederick 1982; Lockard 1998), musik (Hatch 1985; Yampolsky 1991; Wallach 2008), antropologi (Simatupang 1996; David 2009), dan kajian Asia (Pioquinto 1995 dan 1998; Sen dan Hill 2000; Browne 2000).


Berbeda dari semua kajian tersebut, Dangdut Stories yang ditulis oleh Andrew N. Weintraub, merupakan kajian musikologis pertama yang menganalisis perkembangan stilistika musik dangdut. Dengan memanfaatkan gaya vokal, melodi, irama, harmoni, bentuk, dan teks lagu, seperti diyakini penulisnya, dangdut bisa mengartikulasikan pergulatan simbolis atas makna dalam realitas kebudayaan Indonesia.[nbnote]Idi Subandy Ibrahim, Kisah Indonesia Lewat “Goyang Dangdut” Kompas, 30 Januari 2011[/nbnote] Saya belum membacanya secara tuntas. Namun upaya serius penulisnya layak mendapat apresiasi yang besar, terlebih penulisnya bukanlah asli orang Indonesia, tetapi dari Amerika.

Itulah dangdut. Sebuah dunianya yang begitu semarak, tapi sepi dari perhatian publik ilmiah. Fachry Ali, seorang peneliti sosial, pernah mengkajinya dengan serius. Beberapa tulisannya mengenai dangdut sangat memikat. Namun, sayangnya hal itu sekarang tidak dilanjutkan. Endo Suanda atau Lono Simatupang, melalui penelitiannya mengenai musik Melayu atau Dangdut, mampu menghadirkan sosok musik ini secara lebih utuh. Dalam penelitiannya, Endo mengatakan bahwa lagu dangdut juga dapat berperan sebagai corong untuk mengungkapkan perasaan rakyat atas kesewenangan yang terjadi dalam masyarakat. Banyak contoh protes sosial dalam lagu dangdut, sebagaimana saya akan menjelaskannya pada pengantar ini.


Rhoma Irama Raja Dangdut | Reforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran PolitikBaiklah, mari kita lihat lebih jauh lagi. Jika dilihat dari sudut profesi sebagai seorang seniman atau musisi, Madonna maupun Michael Jackson, sebagai penyanyi, sebenarnya tak jauh berbeda dengan Rhoma Irama. Mereka mampu menyentuh emosi ribuan bahkan jutaan massa yang haus akan tontonan penggemarnya. Daya tarik pesona Rhoma, membuat penggemarnya rela berdesak-desakan, berjoget ria, sambil mengeluh-eluhkan Sang Idola. “Rhoma.. Rhoma… Rhoma…”, begitu, kata penggemarnya. Tak jarang show Rhoma dan Sonetanya memakan korban hingga tewas, karena terlindas yang lain. Dalam pentas-pentas Rhoma dan Sonetanya, ada kegairahan dan kegembiraan yang luar biasa hingga mencapai “keadaan di luar kesadaran diri”, seolah tersihir dalam suatu kondisi psikologis yang telanjang.

Kegairahan dan ketakjuban akan kebahagiaan di luar batas, dan kerinduan untuk terus hidup dalam gaya memang merupakan ciri dari modernitas. Rhoma dengan Sonetanya adalah bagian dari tontonan sekaligus tuntunan dari para penggemarnya. Rhoma tak sekadar menawarkan musik sebagai sekadar struktur bunyi-bunyian atau iringan tari-tarian, yang hanya mementingkan sisi permukaan, penampakan, penampilan, hiburan, dan permainan tanda-tanda yang tanpa kedalaman.

Rhoma memasukkan unsur agama dalam musiknya dengan tujuan melakukan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar ketika mengamati perilaku subkultur kelas bawah dan kelas menengah yang haus seks, minum-minuman keras dan berbagai perilaku amoral lainnya. Dengan dan melalui musik, Rhoma tak canggung menjadikan Soneta sebagai senjata untuk melakukan kritik sosial, nasehat yang sarat dengan seruan moral agama. Keberanian serta ijtihad Rhoma yang sering berujung adanya tuduhan “mengkomersialkan agama” tak menyurutkan langkahnya, justru Ia semakin menguatkan eksistensinya sebagai seorang musisi dengan julukan “Sang Raja Dangdut”.

Di tengah ”semesta simbolisme modernitas” sebuah masyarakat di mana gaya hidup begitu dikultuskan dan dipuja, manusia sebagai pelaku kesadaran, mulai “kehilangan rumah secara metafisik.” Karena “rumah-rumah” itu telah direnggutkan dari sesuatu yang asali yakni kepekaan akan moralitas yang tertanam dalam ruang batin manusia modern. Budaya tradisional dihancurkan. Tak terkecuali di sini agama.

Rhoma tampaknya sadar, bahwa era modernitas dengan segala pengaruhnya lambat laun menggeser peran agama sebagai sumber moral dan digantikan dengan nilai-nilai baru seperti komputer, media cetak, televisi, yang berpotensi besar memalingkan manusia dari Tuhannya, Sang Pencipta. Keprihatinan Rhoma dapat ditemui dalam syair lagunya, “Qur’an dan Koran”:

Sejalan dengan roda pembangunan
Manusia makin penuh kesibukan
Sehingga yang wajib pun terabaikan
Sujud lima waktu menyembah Tuhan
Karena dimabuk oleh kemajuan
Sampai komputer dijadikan Tuhan

Petuah moral Rhoma melalui lagu-lagunya terus bermunculan. Dalam lagu “Modern”, misalnya, menggambarkan bahwa menjadi modern memang membawa impian dan janji-janji. Simbol-simbol kemodernan yang serba wah dan gemerlap setiap saat menjejal bawah sadar masyarakat. Mereka merayakan kemodernan dengan kehidupan yang serba bebas, serba boleh, kumpul kebo, seks bebas, aborsi. Berikut petuah Rhoma melalui lagu “Modern”:

Modernisasi yang kini melanda dunia Menjadi masalah Ternyata masih banyak yang salah menafsirkannya Di dalam berkiprah Modern dicerna sebagai kebebasan Bebas lepas tanpa adanya batasan Berkemajuan dan juga berpendidikan di dalam segala bidang, ini modern Kemanusiaan, tinggi nilai peradaban Di segala pergaulan, ini modern

Lantas, apalagi hal yang paling telanjang dari yang Telanjang, yang paling real dari yang Real, dan yang paling absurd dari yang Absurd, kalau bukan gaya hidup yang tengah dipertontonkan oleh berbagai kekuatan dan subkultur dalam masyarakat? Inilah yang menjadi keprihatinan Rhoma. Nalurinya sebagai seorang musisi membuatnya peka terhadap fenomena ketidakadilan. Melalui lagu “Indonesia”, Rhoma melakukan perlawanan dan berharap mampu menembus dinding tebal telinga para koruptor yang seolah tak mampu mendengar jeritan derita rakyat jelata.

Negara bukan milik golongan
Dan juga bukan milik perorangan
Dari itu jangan seenaknya
Memperkaya diri membabi buta
Seluruh harta kekayaan Negara
Hanyalah untuk kemakmuran rakyatnya
Namun hatiku selalu bertanya-tanya
Mengapa kehidupan tidak merata
Yang kaya makin kaya
Yang miskin makin miskin…

Musik dangdut dan figur sentralnya Rhoma Irama secara detail menerobos jauh ke berbagai kontroversi yang mencuat ke permukaan. Musik dangdut di tangan Rhoma menjelma sebagai oposisi menyuarakan kegelisahan masyarakat bawah membuat pemerintah kebakaran jenggot. Tak heran jika, seorang William H. Frederick menulis tentang sosok Rhoma dan musik dangdutnya. Ia melihat realitas sukses “superstar” Rhoma yang fenomenal sebagai keberhasilan seorang pemusik memadukan bakat, lingkungan, dan terutama intuisi musiknya. Hal ini telah memperkuat citra Rhoma di mata publik. Rhoma bagi sebagian besar masyarakat bawah adalah sosok musisi hebat dan karenanya masyarakat menjadikannya sebagai medium dakwah dan saluran kritik sosial. Lewat alunan lirik-liriknya, “musik rock Islam pertama di dunia” ini selain bisa menarik orang untuk bergoyang, juga mendidik sensibilitas kerakyatan elite, dan sekaligus menghibur rakyat. Di bawah payung modernitas, “kehilangan rumah secara metafisik” bukan berarti membuat Rhoma lalu berputus asa. Rhoma terus menyerukan amar ma’ruf nahi munkar melalui syair-syair lagunya.

Dalam kehilangan rumah itu, Rhoma seakan mengingatkan kita kepada Michel Foucault, yang mengajak kita untuk tetap optimis: “Jangan membuang moralitas, lebih baik Anda menguasainya, tetapi semata-semata sebagai salah satu kaidah, sebagai salah satu dari konvensi-konvensi yang sepenuhnya menantang, tetapi meskipun begitu ia tetap diperlukan agar permainan bisa berlangsung”. Dengan cara ini, Rhoma telah menghadirkan genre musik dangdut yang khas.

Sebagai identitas sosio-kultural, dangdut, secara sosiologis telah bergerak secara lintas sektor, lintas etnik, lintas agama dan bahkan lintas partai. Maka, dengan perkembangannya yang semacam itu, dangdut dapat dipandang sebagai salah satu indikator modernitas yang dicapai bangsa ini. Terutama saat kita menyadari sepenuhnya kompleksitas modernisasi. Dangdut, setidaknya, memenuhi sejumlah prasyarat terjadinya modernitas di dalam suatu masyarakat yang plural. Terutama bila modernisasi hendak diasumsikan sebagai cara mengusahakan kemampuan menerjemahkan perubahan dan sistem secara berkelanjutan. Interaksinya dengan perkembangan politik dan ekonomi, tak memengaruhi banyak harmonitas produk budaya tradisional dengan teknologi modern. Bahkan, dangdut, kemudian memberi warna terhadap kehidupan bangsa.

Hingga kini tak pernah ada “kudeta” dangdut yang menerjang Rhoma sebagai Raja-nya. Tak pernah pula saingan yang serius mengancam untuk merebut posisinya. Ia seperti hendak membuktikan bahwa seorang raja bisa bertahan seumur hidup. Sudah lebih 40 tahun ia menjadi “raja” Dangdut. Fenomena Rhoma adalah suatu yang sangat menarik ditelusuri. Ia tak sekadar pimpinan sebuah perkumpulan musik sekaliber Soneta, tetapi telah memunculkan cita rasa yang khas dan unik hingga paling banyak diterima siapa saja. Di kalangan umat, Rhoma bahkan tampil sebagai dai yang brilian meski kadang kontroversial

Mengenal Dangdut Rhoma

Saya mengenal nama Rhoma Irama sejak di bangku Sekolah Dasar (SD). Persisnya kapan, saya lupa, tapi kira-kira kelas empat. Di rumah saya, banyak koleksi kaset dangdut, mulai dari A. Kadir, A. Rafiq, Ida Laila, Elvy Sukaesih, tak ketinggalan pula Rhoma Irama. Sebagian besar koleksi kaset Bapak saya, memang Rhoma Irama. Berbagai macam penyanyi dangdut hidup di rumah saya. Seingat saya, lagu Rhoma yang pertama kali saya dengar adalah “Yatim Piatu”. Saya seperti terhipnotis oleh suaranya. Tak perlu berpikir lagi, lagu itu mudah sampai di hati semua orang, walaupun saat itu saya belum paham liriknya. Saya nyanyikan lagu itu, baik di sekolah, maupun pada saat bermain bersama teman-teman. Bahkan, jika ada salah satu teman yang sudah lama ditinggal mati oleh Bapak-Ibunya, lagu ini saya nyanyikan, bukan untuk menghibur, tapi ngeledek.

Saya mengapresiasi sendiri semua yang saya dengar. Setelah itu, mudah di tebak, saya semakin mengikuti terus perjalanan karya-karya Rhoma, termasuk film-filmnya yang terus saya tonton. Salah satu momen paling mengasyikkan adalah ketika saya menyaksikan film di layar tancap, “Badai Diawal Bahagia”, “Menggapai Matahari” atau “Kemilau Cinta di Langit Jingga”. Masyarakat datang dari sejumlah desa demi menonton film Rhoma Irama. Salah satu yang wajib di jelaskan di sini ketika berbicara tentang Rhoma adalah kualitas vokalnya. Gaya vokal Rhoma, menurut saya sangatlah istimewa. Hampir tidak saya temukan di film-film Indonesia, aktor utamanya bersuara khas seperti Rhoma. Ya, saya menyebut suara bertipikal Rhoma. Dia memiliki suara yang berat bervibrasi, karakter yang khas dan memiliki aspek khusus. Sejak kecil, saya sudah familiar dengan suara Rhoma. Saya pun sering menirukan suaranya yang khas itu. Di mana-mana suaranya jadi pujaan, di mana-mana cintanya selalu dikejar. Itulah Rhoma…

Rhoma Irama Raja Dangdut | Reforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran Politik
Dalam sebuah filmnya, “Gitar Tua”, Rhoma dengan suara khasnya, “Jadi… merana dia…, gila dia…, tersiksa dia…, nah, sekarang kamu harus membawakan lagu ini, sesuai dengan perasaan-perasaan seperti itu… !” Komedian di televisi suka menyaru suaranya, dan dijadikan lelucon. Saya pernah menjumpai penyanyi pria dengan suara bertipikal suara Rhoma. Tak peduli tampang mereka, yang pasti mereka punya kesamaan: suara mereka harus seperti suara berjenis kelamin Rhoma Irama. Mengeluarkan suara komersialnya seperti suara Rhoma merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka. Terlalu…. !

Rhoma tak tergantikan. Ia makhluk langka yang dilahirkan ke dunia membawa perubahan besar di bidang musik. Rhoma Revolusioner besar di bidang musik. Tidak ada yang dapat menyamai Rhoma! Bahkan, anaknya sekali pun, Ridho maupun Vicky juga tidak! Rhoma itu manusia langka dan hebat. Yang paling sederhana, bayangkan betapa hebatnya ia mengantarkan kenangan personal melalui lagu-lagunya.

Rhoma, sosok yang pantas menyandang gelar “Raja Dangdut”. 

Karya-karyanya, seperti oase, membangun spirit dan mampu mengubah hidup seseorang. Seperti dalam lagu “Lagu Buat Kawan” :

Jangan suka mencela
Apalagi menghina, wahai kawan
Kesalahan berbicara bisa membawa celaka
Jangan menyebar fitnah
Di antara sesama, wahai kawan Jujurlah dalam bicara, janganlah suka berdusta
Berdosa… (o ya, ya) Berdosa…
Bersihkanlah hati jangan saling membenci
Atau berprasangka yang tak pasti
Saling menghormati itu lebih terpuji
Tanamkanlah rasa cinta-kasih
Perangilah rasa iri dan serakah
Yang menimbulkan kehancuran semata
Milikilah budi-pekerti mulia
Capailah damai sejahtera…

Rhoma, memang sungguh luar biasa. Ia ibarat raja atau “dewa” dari dunia lain. Apalagi kalau sudah tampil di panggung dengan jubah kebesarannya, dengan tekanan kata yang khas. Saya beberapa kali menyaksikan secara langsung konser maupun ceramah Rhoma, misalnya di Surabaya, Gresik, maupun di Malang. Di televisi tak terbilang lagilah. Tapi saya baru satu kali bertemu Rhoma secara langsung, di rumahnya, Mampang, Jakarta Timur. Itu pun tak berlangsung lama, karena ia harus pergi mengisi sebuah acara di Matraman, Jakarta Pusat. Sebagai seorang penggemar dangdut Rhoma, saya pun senang, meskipun belum sempat bincang-bincang.

Rhoma Irama Raja Dangdut | Reforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran PolitikSepanjang sejarah Indonesia, menurut saya, belum pernah ada musik yang membius begitu banyak orang Indonesia, kecuali dangdut. Album Rhoma, pertama yang bikin geger persada musik Indonesia tentulah begadang. Diterbitkan Yukawi pada 1974, album ini menampilkan lagu Begadang, Sengaja, Sampai Pagi, Tung Kripit, Cinta Pertama, Kampungan, Ya Le Le, Tak Tega, Sedingin Salju. Musik Melayu di tangan Rhoma—yang lebih popular dengan istilah dangdut—lebih dinamis, modern, dengan sentuhan rock rasa Deep Purple. Rhoma sukses melakukan revolusi musik Melayu yang tadinya biasa-biasa saja dan tak bertenaga.

Di film-film yang dibintanginya, Rhoma menjadi sosok yang sempurna. Jika Anda bertanya kepada saya tentang apa saja film yang dibintangi Rhoma, maka saya langsung dengan cepat menyebut sejumlah film. Mulai dari Penasaran, Gitar Tua, Berkelana, Darah Muda, Satria Bergitar, Pengorbanan, Jaka Swara, Menggapai Matahari, Nada-Nada Rindu, hingga Tabir Biru. Saya juga ingat apa kisahnya dan dengan siapa Rhoma berpasangan. Begitu pun dengan lagu-lagunya.

Awal masa kuliah, di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), saat pembukaan Ospek di Fakultas Agama Islam, tahun 1995, saya melakukan pelanggaran, entah pelanggaran apa, saya tak begitu mengingatnya. Saya dihukum oleh kakak panitia Ospek, namanya Jaiz Kumkelo—sekarang dosen di UIN Malang. Dengan wajah cengar-cengir saya menunggu hukuman apa yang mau diberikan kepada saya. “Kamu bisa menyanyi?” tanya Kak Jaiz. “Bisa, tapi lagu dangdut Rhoma Irama,” jawab saya. “Boleh, sekarang kamu nyanyikan,” katanya. Saya pun dengan spontan menyanyikan lagu “Kehilangan” karya Rhoma. Kak Jaiz dan kakak panitia lainnya, mendengarkan saya menyanyi, sambil senyum-senyum. Liriknya begini:

Kalau sudah tiada baru terasa
Bahwa kehadirannya sungguh berharga
Sungguh berat aku rasa
Kehilangan dia
Sungguh berat aku rasa
Hidup tanpa dia
Kutahu rumus dunia
Semua harus berpisah
Tetapi kumohon
Kuatkan, kuatkanlah
Bukan aku menyesali
Apa yang harus terjadi
Tetapi kumohon
Tangguhkan, tangguhkanlah

Terus terang, saya memang penggemar Rhoma. Mohon maaf atas pengakuan ini. Mungkin Anda menganggap saya kampungan, norak, berselera rendah, atau apapunlah namanya. Terserah saja. Sudah lama saya memendam pengakuan ini. Bagi saya, Rhoma adalah kepingan-kepingan kecil dari episode masa silam saya yang tinggal di kampung. Rhoma adalah raja, dan kamilah rakyatnya. Mereka yang sinis dan mengatakan dangdut musik kampungan, Rhoma dengan hati dingin menanggapi para pembenci dangdut hanyalah “bagi pemusik—termasuk penikmat musik—yang anti melayu / boleh benci jangan mengganggu / biarkan kami mendendangkan lagu / lagu kami lagu melayu…..

Hampir semua film-filmnya, tak ada satu pun yang terlewat. Semua sudah pernah saya tonton. Saya tak peduli, film itu bermutu atau tidak, saat itu kalau ada film Rhoma, saya pasti menontonnya, entah di layar tancap yang diputar di lapangan desa, maupun yang dijual. Belakangan, saya menyaksikan film yang dibintangi Rhoma bersama anaknya, Ridho Rhoma, Chaty saron dan Delon. Di film itu, ia tidak lagi menjadi satria bergitar. Ia hanya membimbing Ridho putranya. Dan sepanjang film, saya tersenyum membayangkan masa silam, masa yang penuh lagu-lagu Rhoma. Rhoma adalah magnet yang menarik kami dan semua warga lain untuk merapat dan mendengarkannya dengan penuh penghayatan.

Saat ini, jika saya menyaksikan poster film Rhoma, saya sering senyum-senyum sendiri. Bukan tersenyum melihat suasana jadul. Tapi saya senyum membayangkan banyaknya kejadian masa silam yang masih membekas di masa kini. Mendengar lagu Rhoma, ibarat memutar waktu dan menyaksikan diri sendiri di masa silam, sekaligus jalan untuk merefleksi diri di masa kini. Rhoma memang artis yang saya gandrungi. Lagu-lagunya yang syahdu, romantik, dan menggetarkan. Tapi saat dewasa, saya mulai benci karena saat menyebut diri penggemar Rhoma, maka saat itu juga dicap kampungan.

Saat kuliah di Malang, ada teman yang sering memproklamirkan diri sebagai penggemar The Beatles. Mungkin dia melakukannya karena ingin dianggap memiliki cita rasa tinggi karena menyukai band-band berkualitas. Sementara, tak bisa saya pungkiri bahwa musik yang mengalir di tubuh saya, adalah musik dangdut Rhoma. Ia mengalir sebagai darah daging di situ. Saya yakin, saya tidak sendirian. Jangan-jangan, anda juga suka Rhoma tapi malu-malu mengakuinya.

Kita jarang jujur dengan diri sendiri sehingga mengabaikan diri kita yang sesungguhnya. Kita tidak sedang menjadi diri kita sendiri. Kita menjadi apa yang dicitrakan oleh media sebagai lapis atas. Kita merekayasa segala yang ada pada diri kita demi sebuah kata berkelas, keren, atau kata papan atas. Namun, untuk apakah semua pencitraan itu? Emangnya kenapa kalau saya ndeso? Memang itu faktanya kok. Jika ndeso yang dimaksudkan adalah sebuah geografi yang terletak di udik sana tempat kita berasal, maka saya memang seorang ndeso. Terus, apa pentingnya mempersoalkan ndeso dan tidaknya seseorang?

Justru kosa kata ndeso atau kampungan adalah gambaran tentang subkultur dari mana kita berasal. Kita berangkat dari satuan teritori yang masih memelihara kekerabatan, jaringan sosial, dan masih menganggap diri satu tubuh dengan masyarakat sekitar. Kampungan adalah konsep di mana seluruh warga yang berdiam di satu tempat memiliki solidaritas yang tinggi serta saling memiliki. Kampungan adalah konsep masyarakat yang sehat di mana masing-masing saling mngenal serta mengidentifikasi diri sebagai satu kesatuan. Hajatan pada satu keluarga adalah hajatan seluruh warga.

Anda tak menemukan konsep saling mengenal dan saling membantu seperti ini pada masyarakat kota yang [sok] modern. Simak lagu Rhoma ini:

Setahun sekali belum tentu
Dengan tetangga bisa bertemu
Di Ibu Kota 3x
Pagar rumahnya pun tinggi-tinggi
Hidupnya pun sudah nafsi-nafsi
Di Ibu Kota 3x
Berbagai macam kesibukan
Meliputi warganya
Hingga sedikit kesempatan
Untuk berbagi rasa…
Menipis sudah tali jiwa
Yang mengikat warganya
Berkurang sudah tenggang rasa
Di antara sesama
Rasa perseorangan
Sikap warga ibu kota
Rasa kebersamaan
Sudah memprihatinkan
Hidup selalu terburu-buru
Seakan-akan dikejar waktu
Di ibu kota 3x

Jangan malu disebut kampungan. Jangan pula malu menyebut diri sebagai penggemar Rhoma. Setidaknya kita sedang berdamai dengan diri kita sendiri. Lagu-lagu Rhoma mewakili semua suasana: ada nuansa agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan lain-lain. Sebagai sebuah musik hiburan, dangdut mampu menjadi penghibur dalam kesedihan dan kesusahan. Apakah itu persoalan percintaan, kegelisahan, kesedihan, atau masalah kehidupan lainnya yang dialami manusia.

Karena itu, mengatakan dangdut sebagai musik kampungan, menurut saya hal ini agak aneh kedengarannya, dan rumit menjelaskannya. Bukankah ketika kita berbicara mengenai musik, kita bukan sekadar berbicara mengenai alunan musiknya ataupun liriknya, tetapi lebih dari sekadar itu adalah selera individu. Nah, ketika membicarakan selera, tentu saja bersifat universal dan relatif. Dengan kata lain, selama tujuan mendengarkan musik itu tercapai, lalu apa dasarnya menjustifikasi bahwa jenis musik dangdut itu kampungan? Sekarang, Anda berhak menilai, apakah musik dangdut itu kampungan atau tidak? Saya sendiri ketika mendengar lagu Rhoma, seolah mampu meringankan kesedihan itu dan membangkitkan nilai semangat yang positif. Seperti itulah yang saya alami, dan mungkin juga dialami oleh banyak orang.

Menurut saya, penggemar dangdut tidak usah malu-malu lagi, karena kini orang bule pun tergila-gila dengan dangdut. Dangdut menjadi fenomena di Mancanegara, terutama Amerika dan Jepang. Andrew N. Weintraub, seorang Professor of Music dari University of Pittsburgh, America, di samping menulis buku Dangdut Stories, juga seorang Pendiri sekaligus Pimpinan Group Band Cowboys Dangdut. Kalau Anda melihat video live musik ”Dangdut Cowboys”, band dengan musik berirama dangdut—meskipun dengan menggunakan instrumen yang sangat terbatas—saya menilai mereka mampu menghadirkan ”cita rasa dangdut” yang khas kepada penonton. Lihatlah ketika mereka membawakan lagu-lagu Rhoma, misalnya Kegagalan Cinta atau Terajana.

Pergerakan musik dangdut yang begitu dahsyat memang tak mudah untuk dilawan. Dangdut tidak lagi menjadi ikon musik kaum pinggiran melainkan ikon musik populer yang digemari oleh seluruh kalangan. (Bungin, 2005: 97) Seni musik, tak terkecuali dangdut, merupakan jiwa dari manusia karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai rasa keindahan. Oleh sebab itu manusia selalu ingin tahu tentang seni dan selalu ingin menikmatinya. Seni musik bisa mengubah identitas manusia dan membuat perubahan-perubahan yang sangat besar dalam suatu peradaban manusia. Suatu kesenian merupakan bagian dari kebudayaan oleh karena itu manusia yang berkesenian tentu saja manusia yang berbudaya. Coba kita simak bagaimana Rhoma berpesan melalui lagu Seni:

Seni adalah bahasa
Pemersatu antarbangsa
Seni indah dan mulia
Suci murni tiada dosa
Hayo gunakan seni ‘tuk kebaikan
Hayo gunakan seni ‘tuk keindahan
Hayo gunakan seni untuk agama
Hayo gunakan seni untuk negara
Mari bernyanyi dan bergembiralah
Tapi tetap dalam kesopanan dan iman

“Seni memang bagai sebersit kabut yang bisa ditata menjadi suatu gambaran,” begitu kata Khalil Gibran. Seni itu indah, putih, bersih, dan takkan berubah warna tak dinodai oleh manusia. Untuk itu kita harus menjaganya, karena—seperti dikatakan Aristoteles—seni musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Musik adalah karya seni yang baik dan tinggi nilai estetikanya, karena syairnya dapat berisi pesan, perintah dan isyarat tertentu. Seni musik adalah bahasa ekspresi manusia yang masih harus diterjemahkan, emosi saja tidak cukup untuk menerangkan musik; oleh sebab itu diperlukan kaidah-kaidah logis untuk mendasari kesenian. Musik dikatakan indah bila memiliki bentuk saling mempengaruhi nan harmonis antara imajinasi dan pengertian. Seni yang indah—menurut Wagner—adalah seni dari seorang jenius.

Dan, Rhoma adalah salah satu musisi dunia yang jenius itu. Sepak terjangnya di dunia musik sudah mencatat banyak sejarah. Rhoma adalah “Wali” yang berdakwah lewat seni. Beliau selalu menyerukan kepada umat (penggemar) agar senantiasa punya iman yang kokoh demi untuk membela agama. Tidak cuma itu, kiprahnya di dunia film pun sudah terbukti dari jumlah film-film yang diperaninya. Sukses Rhoma bukanlah hal yang kebetulan saja. Pemusik ini, yang pada 1970-an telah merenungkan dengan saksama gayanya sendiri, dan mempraktikkan kemahirannya dengan cermat. “Ia termasuk bintang Indonesia paling cerdas dan bekerja keras,”[nbnote ]Mengapa dangdut Rhoma jadi penting, Tempointeractive Edisi. 18/XIV/ 30 Juni-06 Juli 1984[/nbnote] begitu kata William H. Frederick, yang pada 1985 menulis “Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesia Popular Culture”.

Rhoma telah melahirkan musik yang menembus segala lapisan masyarakat. Menyandang pesan dalam bahasa yang semua orang paham dan benar-benar Indonesia. William sangat menyayangkan para kritikus yang sama sekali mengabaikan kedisiplinan dan kesungguhan Rhoma dalam proses kreatifnya. Jelaslah, empat puluh tahun lebih, Rhoma membuktikan bahwa popularitasnya adalah hasil kerjanya yang sesuai dengan, dan sanggup mencerminkan, masyarakat Indonesia sekarang. Bukan masyarakat gedongan, tapi golongan mayoritas yang tersebar dari kota besar sampai pelosok kampung.

Sayangnya, tak banyak yang mengapresiasi karya seni musik Rhoma. Keengganan para pemikir Indonesia untuk berbuat dan peduli pada kreatifitas Rhoma, sungguh membingungkan saya. Rhoma, meski nampaknya mengalami berbagai kisah pro dan kontra, namun terlepas dari semuanya, karena setiap manusia di dunia ini tak ada yang sempurna, sesempurna malaikat, tapi tak bisa dinafikan bahwa ia adalah seorang musikus hebat dan berbakat. Bukan hanya itu, ia mampu membius jutaan manusia Indonesia dengan lagu-lagunya, pertunjukan musiknya paling banyak dibanjiri penonton, petuah moralnya didengar, bahkan suara dan gaya pentasnya pun jadi rujukan para penyanyi dangdut.

Akhirnya, kepada para pembaca dan penggemar dangdut, fans berat Rhoma, khususnya, buku ini saya persembahkan. Saya sangat menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini. Atas kekurangan tersebut saya haturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, baik kepada Bang Rhoma Irama, kru Soneta, fans Rhoma, penggemar dangdut dan para pembaca

@Mohammad Shofan (Paramadina.or.id)

Selasa

Legenda Dangdut Dunia Rhoma Irama

Rhoma Irama Sang Legenda Dangdut Dunia


Riforri - Penyebutan nama “dangdut” merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan didominasi oleh bunyi “dang” dan “ndut“. Nama ini sebetulnya adalah sebutan sinis dalam sebuah artikel majalah awal 1970-an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer di kalangan masyarakat kelas pekerja saat itu.

Rhoma Irama Sang Legenda Dangdut Dunia - Indonesia Tanah Airku Rindu Pemimpin Yang Amanah -RI for RI

Di lihat dari sejarahnya, kelahiran musik dangdut diawali dari genre musik melayu pada era 1940-an. Mulai dari situ musik dangdut berkembang, dan mengakar di Indonesia. Perkembangan musik dangdut semakin melejit, ketika ada sebuah transformasi aliran-aliran musik yang masuk menghiasi musik dangdut. Pergeseran tersebut memberikan suplemen yang lebih, suguhan yang berbeda, warna yang lain dan gaya yang nyentrik. Dalam era evolusi dangdut yang bertajuk kontemporer, dangdut semakin di hiasi oleh genre-genre musik, seperti; pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi).

Sedangkan masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan dipakainya penggunaan gitar listrik Sejak tahun 1970-an, yaitu ditandai oleh Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an. Pada saat itu, dangdut boleh dikatakan telah matang dengan bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music. Dari situlah dangdut mulai dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Sehingga dangdut sampai saat ini masih saja dinobatkan sebagai aliran musik yang “pro rakyat”.

Rhoma Irama Sang Legenda Dangdut Dunia - Indonesia Tanah Airku Rindu Pemimpin Yang Amanah -RI for RI
Kematangan musik dangdut di tahun 1970-an, bukan hanya karena dangdut sudah menjelma dalam irama kontemporer. Tetapi, dibarengi oleh kelahiran musisi-musisi dangdut, yang mampu “mempoles” musik dangdut menjadi lebih anggun dari sebelumnya. Ada beberapa musisi dangdut yang berperan penting dalam hal ini, seperti: Rhoma Irama, A. Rafiq, Elvy Sukaesih, Mansyur S., Mukhsin Alatas, Herlina Effendi, Reynold Panggabean, Camelia Malik, dan Ida Laila. Nama-nama musisi tersebut tentu saja tidak asing lagi, mereka adalah profesor-profesor dangdut pada zamannya bahkan sampai sekarang. Namun, dari sekian sosok yang terpampang itu–ada satu nama yang mempunyai jasa besar dalam mengembangkan musik dangdut; Rhoma irama adalah sang maestro dangdut sejati, gelar kehormatannya sebagai Raja Dangdut membuktikan bahwa ia-lah Pahlawan dangdut. Namanya terus berkibar sejak tahun 1970-an-sekarang. Bahkan eksistensinya sebagai  musisi dangdut tidak pernah luntur. Saat ini saja, ia masih menelurkan karya-karya fenomenalnya.

Sebelum beranjak jauh membicarakan sumbangsih Bang Haji terhadap musik dangdut, lebih awal penulis ingin menguak identitas murni Rhoma, mungkin dengan ini kita bisa mengenal sosok Rhoma lebih dekat, dari segi latar belakang dan sejarah hidupnya. Nama aslinya adalah Raden Haji Oma Irama atau disingkat Rhoma Irama, lahir pada tanggal 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia bergelar raden karena pada kedua orang tuanya mengalir darah bangsawan/ningrat. Ia merupakan putra kedua dari dua belas bersaudara, yaitu delapan saudara laki-laki dan empat saudara perempuan (delapan saudara kandung, dua saudara seibu dan dua saudara bawaan ayah tirinya). Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya merupakan mantan komandan gerilyawan Garuda Putih pada zaman kemerdekaan. Ia memberi nama ‘Irama’ karena bersimpati terhadap grup sandiwara asal Jakarta yang bernama Irama Baru yang pernah diundang untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Ia sangat pandai dalam memainkan alat musik serta menyanyikan lagu-lagu cianjuran. Sedangkan Ibunya bernama Tuti Juariah, ia pun merupakan keturunan ningrat dan pandai pula dalam menyanyi, seperti lagu “No Other Love” yang sering didengarkan Rhoma sewaktu kecil.

Dengan penjelasan singkat tentang asal-usual Rhoma irama, sudah bisa kita tebak, bahwa darah seni Rhoma tidak lain diturunkan dari kedua orang tuanya, yang memang sangat suka dengan musik. Pendeknya, proses yang dilakukan oleh Rhoma tidak mulus, dan sangat berliku, bakat musiknya dia asah sendiri, dengan sistem belajar otodidaklah dia akhirnya mampu memainkan alat-alat musik. Karena keuletannya Rhoma akhirnya mampu membawa dirinya saat ini sebagai Sang Raja Dangdut. Walaupun sejarah pahit dan manis harus ia lewati terlebih dahulu. Tetapi semua itu tidak sia-sia, dengan adanya Rhoma dangdut mulai terlahir, istilah “tak ada Rhoma, maka tak ada dangdut” penulis sangat setuju dengan itu. Hemat penulis, Rhoma dan dangdut bagaikan semut dan gula.

Memang tidak bisa dipungkiri, melalui tangan dingin Bang Haji dangdut merubah betuknya–melakukan sebuah metamorfosis, dari identitas yang kaku menjadi identitas yang lentur. Sehingga bendera musik dangdut bisa berkibar ke seluruh pelosok penjuru negeri. Bukan hanya di Indonesia saja, di luar negeri pun dangdut telah terakui, dengan kata lain musik dangdut sudah mempunyai akreditas yang baik. Rhoma sebagai Pujangga dangdut banyak mendapat kehormatan yang tidak terhingga, khususnya dari dunia luar. Anehnya di negeranya sendiri penghargaan buat sang maestro dangdut bang haji tidak begitu banyak ia dapatkan. Tetapi ketika dunia telah mengakui kebesaran Rhoma, barulah Indonesia berduyun-duyun memberi penghargaan, tetapi itu hanya sebatas ucapan “terimakasih”, dan label sebagai “Raja Dangdut”. Sebagai seorang musisi dangdut, yang konon katanya aliran musik “kampungan” sosok Rhoma mampu menyaingi musisi-musisi papan atas waktu itu, penghormatan yang terus mengucur membuatnya sebagai musisi nomer satu di Indonesia, bukan hanya pasar nasional yang ia tembus melainkan internasional juga. Bahkan sampai sekarang eksistensi Rhoma sebagai musisi dangdut masih terjaga. Hebatnya nama Rhoma lebih melejit dibandingkan dengan musisi-musisi Indonesia yang ada, siapapun mereka, dari tempo dulu hingga saat ini. Sebagai bukti kehebatan Rhoma dalam memolos musik dangdut. 

Berikut ini adalah prestasi-prestasi Rhoma Irama sepanjang kariernya:


  1. - Tahun 1971, juara I lomba menyanyi tingkat ASEAN di Singapura,
  2. - Agustus 1985, majalah Asia Week edisi XVI menempatkan Rhoma Irama sebagai Raja Musik Asia Tenggara, setelah memuat liputan pertunjukan Soneta Group di Kuala Lumpur,
  3. - Tahun 1992, Rhoma mendapatkan pengakuan oleh dunia musik Amerika, saat majalah Entertainment edisi Februari tahun tersebut mencantumkannya sebagai The Indonesian Rocker,
  4. - Akhir April tahun 1994, Rhoma Irama menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Mr. Tanaka dari Life Record Jepang di Tokyo. Sebanyak 200 buah judul lagunya akan direkam ke dalam bahasa Inggris dan Jepang, untuk diedarkan di pasar Internasional. Rencananya lagu-lagu tersebut akan dibuat dalam bentuk laser disc (LD) dan compact disc (CD),
  5. - 16 November 2007 Rhoma menerima penghargaan sebagai “The South East Asia Superstar Legend” di Singapura,
  6. - Bersama Elvie Sukaesih mendapatkan penghargaan dari Museum Dunia Rekor Indonesia (MURI) dengan kategori Raja dan Ratu Dangdut Indonesia,
  7. - 23 Desember 2007 Rhoma menerima Lifetime Achievement Award pada penyelenggaran perdana Anugerah Musik Indonesia (AMI) Dangdut Awards,
  8. - Album Begadang masuk dalam 150 Album terbaik sepanjang masa versi majalah Rolling Stones. Pada edisi lain, majalah Rolling Stones Indonesia kembali memasukkan nama Rhoma Irama ke dalam 25 artis Indonesia terbesar sepanjang masa bersama dengan Bing Slamet, Ismail Marzuki, Koes Plus, Bimbo, dan lain-lain. Rhoma Irama adalah satu-satunya artis Dangdut,
  9. - Rhoma telah menciptakan 500 lebih lagu Dangdut, sekaligus memperoleh predikat pencipta lagu Dangdut terlaris,
  10. - Mendapatkan gelar Professor Honoris Causa dalam bidang musik yang diterimanya dari dua universitas berbeda, yaitu dari Northern California Global University dan dari American University of Hawaii, keduanya dari Amerika,
  11. - Nama Rhoma Irama diabadikan sebagai nama piala untuk 6 kategori permainan instrumen musik Dangdut,
  12. - Berdasarkan hasil survey yang diadakan oleh Reform Institute 2008, menempatkan Rhoma di atas penyanyi maupun grup-grup band saat ini, seperti: Ungu, Peterpan, Iwan Fals, maupun Dewa 19,
  13. Dan Sebagainya. (Masih banyak lagi prestasi yang ia dapatkan)

Di lihat dari prestasi-prestasi yang diukir oleh Bang Haji itu telah cukup jelas, keterkaitan Rhoma dengan perkembangan musik dangdut, adalah sebuah bentuk satu kesetuan. Jasa dan pikirannya sudah banyak memengaruhi dan mengawal secara konsisten kemajuan musik dangdut, hal tersebut sudah tidak lagi bisa dielakan oleh siapapun. Perjuangannya dalam menaikan pamor musik dangdut memerlukan proses yang tidak pendek. Kalau kita tengok awal karir Rhoma yaitu pada tahun tujuh puluhan “Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya“. Mulai inilah nama Rhoma Irama melejit bak roket, tak ada yang bisa menahan laju “kemasyhurannya”. Seiring kemajuan namanya, musik dangdut pun tak luput menjadi perhatian atau sorotan sebuah perkembangan genre musik baru, masa transofmasi musik dangdut ditangan Rhoma sangat cepat. Oleh karena itulah, dengan berkat bang haji musik dangdut tidak lagi termajinalkan seperti sedia kala.

Bersama Soneta Group, Rhoma sukses merombak citra musik dangdut (orkes melayu), yang tadinya dianggap musik pinggiran menjadi musik yang layak bersaing dengan jenis-jenis musik lainnya. Keseluruhan aspek pertunjukan orkes melayu dirombaknya, mulai dari penggunaan instrumen akustik yang digantinya dengan alat musik elektronik modern, pengeras suara TOA 100 Watt yang diganti dengan sound system stereo berkapasitas 100.000 Watt, pencahayaan dengan petromaks atau lampu pompa digantinya dengan lighting system dengan puluhan ribu Watt, begitu juga dengan koreografi serta penampilan yang lebih enerjik dan dinamis di atas panggung. Kesuksesannya bersama Soneta untuk merevolusi orkes melayu menjadi dangdut itulah yang menyebabkan seorang sosiolog Jepang, Mr. Tanaka, menyatakan Rhoma sebagai “Founder of Dangdut“.

Nama dangdut sendiri yang tadinya merupakan cemoohan atas musik orkes melayu berdasarkan suara gendangnya, justru diorbitkan Rhoma Irama pada tahun 1974 dengan menjadikannya sebagai sebuah lagu: Dangdut (yang kini lebih populer dengan nama Terajana). Rhoma juga semakin mengukuhkan predikat dangdut sebagai musik yang bisa diterima semua kalangan lewat lagunya “Viva Dangdut” yang dia ciptakan tahun 1990.

Bergesernya waktu adalah bagian dari proses transformasi dangdut yang di usung oleh Bang Haji, dalam perkembangan insting musiknya Rhoma mulai mengubah gaya dangdut menjadi semakin lebih halus, santun, dan bijaksana. Dangdut bukan hanya dijadikan sebagai ladang bisnis atau hanya cuman sekedar mencari nama saja. Tetapi, di tangan Rhoma dangdut dioprasionalkan untuk alat dakwah juga. Dakwah dan Syiar Islam merupakan pijakan dasar Rhoma dalam berdakwah melalui musiknya. “Sound of Moselem” menjadi konsep dasar Rhoma. Sukses mengangkat derajat dangdut dengan gaya Rhoma yang lama. Bersama Soneta Grup waktu itu Rhoma gencar-gencaran meluncurkan album yang bernuansa dakwah. Tetapi, tetap saja walaupun lagu-lagunya banyak “diselipi” aroma agama, lagu-lagu Rhoma pada saat ini terus bertahan menduduki tangga lagu pertama, dan sosok Rhoma malah semakin fenomenal. Rhoma percaya bahwa musik bukanlah sekedar sarana untuk hura-hura belaka, namun merupakan sebuah pertanggungjawaban kepada Tuhan dan manusia, dengan kekuatan untuk mengubah karakter seseorang, bahkan karakter sebuah bangsa. Dalam misi dakwahnya itu, bukan saja melalui jalur musik ia mencoba memperkenalkan agama, namun ia juga terjun dalam dunia perfilman. Sebagai bukti pada tahun 1991 film yang Berjudul “Nada dan Dakwah”, adalah bentuk dari perjuangan Rhoma untuk terus konsisten dalam mengkolaborasikan musik, film, dan nilai-nilai moral yang tertanam pada religiusitas. Lewat “Nada dan Dakwah”, Rhoma juga mendapatkan nominasi aktor pemeran utama terbaik untuk FFI 1992.

Terkadang Rhoma berseberangan dengan pemerintah saat melakukan kritik sosial untuk menggugat kebijakan yang dianggapnya kurang sesuai dengan kaidah agama, seperti legalisasi Porkas dan SDSB. Lagu-lagu seperti “Pemilu” dan “Hak Asasi” (1977), “Sumbangan” dan “Judi” (1980), serta “Indonesia” (1982) sarat kritik dan sentilan, sehingga dia sempat diinterogasi pihak militer di era Orde Baru, dan dicekal tampil di TVRI selama 11 tahun lamanya. Rhoma juga pernah duduk sebagai wakil rakyat dalam DPR. Untuk membuat syiar dan dakwahnya lebih efektif, dia menggandeng partai-partai politik yang punya jalur, jangkauan, serta akses yang luas. Rhoma juga berpartisipasi aktif dalam menggunakan jalur politik untuk syiar dan dakwah, dengan turut mengusulkan beberapa butir Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUUPP) ke DPR.

Rhoma tidak hanya mencurahkan perhatiannya pada dakwah dan syiar, tapi dia juga peduli dengan nasib sesama musisi, terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia Dangdut. Dia mendirikan PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia) dan menjabat sebagai Ketua Umumnya. Dia juga memimpin pendirian AHDCI (Asosiasi Hak Cipta Musik Dangdut Indonesia) untuk memperjuangkan hak atas pembagian royalti yang lebih baik untuk para pencipta musik Dangdut.

Dalam perkembangan musik dangdut Indonesia, Rhoma mulai berbenturan dengan musisi-musisi dangdut lainnya. Konflik Bang Haji dengan Inul Daratista sebagai gambaran kegelisahan Rhoma, karena Rhoma beranggapan bahwa apa yang dipertunjukan oleh inul itu Bukanlah dangdut, tetapi “porno“. Dengan permasalahan itu dan berbagai hiruk-pikuk dangdut yang ada Rhoma beranggapan musik dangdut telah tercemari oleh limbah-limbah, sehingga kemajuan atau aliran musik dangdut semakin terhambat. Sebagai bukti bisa kita liat sendiri, musik dandut pada sekarang ini kalah pamor dengan aliran-aliran musik lainnya. Apalagi saat ini para musisi dangdut, bukan kualitas lagu yang ia tonjolkan, melainkan ekspresi goyangan di atas panggung. Jadi bisa dikatakan, ketika seorang penyanyi dangdut tidak punya goyangan yang khas, maka kemungkinan untuk eksis dia kecil.

Sungguh kemunduran yang sangat jauh, yang awal mulanya dangdut adalah lahan bagi para insan kreatif, penuh makna, dan pesan-pesan moral. Tetapi sekarang ini dangdut telah menjadi lahan maksiat. Mungkin di situlah bedanya Rhoma dengan musisi dangdut yang ada sekarang. Kemampuan, kemahiran, dan keahlian Rhoma adalah tonggak utama yang ia pakai dalam merubah musik dangdut. Bukan karena adanya embel-embel terntentu, itu murni dari ketangkasan yang ia miliki. Akhirnya genre musik yang ia usung menjadi sebuah alunan musik yang nikmat dan “pro rakyat”. Dia benar-benar musisi sejati, tak ada yang bisa menyamai namanya. Sampai sekarang pun Rhoma tetap eksis dengan karya-karyanya. Tidak dapat disangkal sosok jenius ini telah menciptakan lebih dari 500 lagu, dan sampai sekarang dia memperoleh predikat sebagai pencipta lagu terlaris, di setiap even-even dangdut lagu Rhoma selalu berkumandang.

Sumber: RajaDangdut