Jumat

Timnas U-23 ke Final Setelah Mengalahkan Turki

Riforri - Tim Nasional Indonesia U-23 lolos ke final Islamic Solidarity Games (ISG) 2013 setelah dalam pertandingan semi-final berhasil menyingkirkan Turki lewat drama adu penalti 7-6 di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Jumat (27/9/2013) sore berakhir.

Timnas U-23 | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Kedua kesebelasan mengawali laga dengan berhati-hati dancendrung lamban. Baik Timnas U-23 maupun Turki masih berusaha mencari celah yang dapat dimanfaatkan untuk membongkar pertahanan lawan masing-masing. Turki sempat mendapatkan peluang, namun sundulan Yakup Alkan belum mampu merobek jala gawang Kurnia Meiga.

Pertandingan antara timnas U-23 dan Turki selanjutnya lebih sering terjadi di lini tengah. Namun tidak terlalu banyak peluang yang diperoleh kedua tim untuk sekadar memberikan ancaman maupun membuka keunggulan.

Selepas laga berjalan 20 menit, Indonesia mendapatkan peluang untuk membuka keunggulan. Aksi individu Andik Vermansah diakhiri dengan tendangan yang mengarah ke gawang, tapi dapat ditepis kiper Hayrullah Mert Akuz. Bola muntah disambar Ramdhani Lestaluhu, namun menyamping di sisi gawang.

Setelah bermain imbang tanpa gol di babak pertama, Indonesia berusaha mendobrak pertahanan Turki. Pada menit ke-49, peluang diperoleh Andik. Berawal dari penetrasi Bayu Gatra di sektor kanan pertahanan Turki, winger Persisam Samarinda ini lalu melepaskan umpan yang disambut Andik. Walau berada dalam posisi agak bebas, sayang tandukan Andik melebar dari gawang.

Peluang kembali diperoleh Indonesia beberapa saat kemudian. Setelah menerima umpan terobosan Ramdhani, Bayu Gatra melepaskan tendangan keras. Namun sepakan Bayu mengarah ke kiper Turki yang dengan mudahnya mengamankan bola.

Mendapat tekanan dari timnas U-23, Turki berusaha keluar menyerang. Peluang emas diperoleh Turki setelah wasit menunjuk titik putih pada menit ke-63, menyusul pelanggaran Manahati Lestusen terhadap Melih Rahman Nisanci. Namun Yakup yang dipercaya sebagai eksekutor gagal menjalankan tugasnya dengan baik, karena bola eksekusinya bisa digagalkan Meiga.

Timnas U-23 masih menguasai permainan, serta mencoba membongkar pertahanan Turki dengan umpan-umpan pendek dan terobosan. Hanya saja, penyelesaian akhir yang buruk membuat tuan rumah gagal melesakkan gol. Skor imbang 0-0 bertahan hingga 90 menit, dan laga dilanjutkan dengan perpanjangan waktu.

Di masa perpanjangan waktu, timnas U-23 dan Turki melakukan jual-beli serangan. Kedua tim berusaha memecahkan kebuntuan mereka selama 90 menit, dan ingin menyelesaikan laga tanpa harus melalui adu penalti.

Namun di paruh kedua perpanjangan waktu, timnas U-23 lebih memilih bertahan. Situasi ini dimanfaatkan Turki untuk menggempur pertahanan tuan rumah. Kendati demikian, skor imbang tanpa gol tetap bertahan, dan laga diselesaikan melalui adu penalti.

Di adu penalti ini, empat penendang pertama Indonesia, Syamsir Alam, Diego Michiels, Manahati Lestusen, dan Alfin Tuasalamony sukses menjalankan tugasnya, namun Sunarto yang menjadi penendang terakhir gagal, karena tembakannya mengenai kaki kiper Turki.

Begitu juga dengan Turki. Empat penendang pertama mereka, Erdi Guncan, Ibrahim Hircin, Samet Katanalp, dan Oguzhan Cesmell, sukses menjalankan tugasnya. Sementara Yakup Alkan yang bisa memastikan kemenangan Turki, justru tendangannya melambung, dan adu penalti sudden-death pun diterapkan.

Fandi Eko Utomo, Bayu Gatra , dan Dedi Kusnandar sukses menjalankan tugasnya. Begitu juga dengan Ali Say dan Orkun Dervisler di kubu Turki. Namun penendang terakhir R Degirmenci menemui kegagalan setelah tendangannya mengenai tiang gawang, sehingga Indonesia berhasil merebut tiket ke final. (MI/Goal)

Kamis

Kisruh Pemugaran Makam Ustad Jefri

Pemugaran Makam Ustad Jefri Bikin Kisruh keluarga


Pemugaran Makam Ustad Jefri Bikin Kisruh keluarga | Riforri Menuju Indonesia BermartabatRiforri - Kisruh mertua dan menantu itu berwal dari pemugaran makam yang dilakukan oleh keluarga Uje. Namun rupanya pemugaran itu diakui Pipik tanpa persetujuan dirinya. Pipik mengaku sama sekali tidak tahu tentang pemugaran makam Uje. Begitu Pipik ziarah ke makam almarhum suaminya, dia kaget melihat makam Uje sudah dipugar dan diganti dengan makam baru yang tingginya sekitar 1 m dan terbuat dari marmer hitam. Makam itu tampak mewah, megah dan mencolok dibandingkan makam lain disekitarnya.

Melihat makam baru Uje itu, Pipik mengaku sedih dan kecewa selain tidak diajak berunding soal pemugaran makam Uje, alasan Pipik yang lain adalah ia masih terngiang pesan almarhum suaminya ketika masih hidup. Ketika mereka tengah berziarah ke makam, Uje mengatakan padanya agar jikalau Uje meninggal, ia tak ingin makamnya dibuat bermewah-mewah. Ia menginginkan makamnya dari tanah, ditutup rerumputan hijau dengan nisan seperti makam pada umumnya. 

Pipik juga mengatakan bahwa dia sudah konsultasi kebeberapa ulama yang mengatakan bahwa sebaiknya makam seorang Muslim itu sederhana dan tidak tinggikan atau dikijing (dibangun dengan beton, marmer dan semacamnya) apalagi dibuat mewah karena makam sederhana itulah yang sesuai dengan syariat islam.

Sayangnya, Ibunda Almarhum Uje tak sependapat dengan pipik, menurut Umi Tatu, makam itu adalah hadiah dari salah seorang pengagum Uje seorang pengusaha. Jadi Umi merasa harus menghargai niat baik orang itu dengan hadiah makam mahal tersebut. Ibunda Uje yang kini juga rajin berceramah dari masjid ke masjid itu bahkan mencontohkan makam para wali yang dibuat megah dan mewah, sehingga sebagai ustadz yang terkenal di Indonesia, maka sudah sepantasnyalah Uje punya makam yang istimewa mengingat jamaah yang mengantar kepergian Uje hingga liat lahat mencapai ribuan manusia.

Pipik membenarkan, bahwa kalau ada orang dekat Uje yang ingin merenovasi makam suaminya. Namun, ia tidak pernah tahu kapan makam itu akan direnovasi dan didesain seperti apa. Tampaknya kisruh ini akan terus bergulir, mengingat keduanya sama-sama bersikeras dengan pendapatnya masing-masing. Padahal, sudah ada aturan sendiri tentang pemakaman yang diatur pada Perda No. 3 Tahun 2007. Pasal tersebut berisi tidak bolehnya menambah atau meninggikan makam seseorang.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan coba menengahi dan memberikan saran. Menurutnya, jika keluarga keukeuh ingin mempertahankan makam Uje dengan marmer hitam setinggi pinggang orang dewasa itu, sebaiknya makam Uje dipindahkan saja.

"Saya kira makam tersebut dipindahkan saja oleh keluarga, kalau memang bertentangan dengan regulasi, makam kan bisa di pindahkan," kata KH Amidhan 

Menurutnya, tidak ada perlakuan istimewa di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) jika ada regaluasi yang telah mengaturnya. Jika ingin istimewa, baiknya keluarga menyiapkan lahan sendiri. "Kalau menurutnya istimewa sendiri, apa istimewanya, di cari tempat tersendiri saja," tutup Amidhan.

Seperti diketahui, keluarga Uje memutuskan memugar makam dai yang tewas akibat kecelakaan itu. Namun, istri Uje, Pipik merasa tidak tahu dengan pemugaran makam mendiang suaminya itu. Pipik pun kurang setuju dengan keputusan keluarga mengistimewakan makam Uje karena takut mengarah kepada perbuatan musyrik.

Sebuah Catatan Aktual Tentang Rhoma Irama

Rhoma Irama, Sebuah Catatan Aktual


Riforri - Jumat, 23 Desember 2011, Kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya membuat sejarah. Tak seperti lazimnya, Rhoma Irama sang legenda hidup musik Indonesia tampil , bukan untuk pagelaran musik atau berdakwah, tetapi memberikan stadium generale, sebuah istilah akademis yang tidak pernah dikaitkan dengan dangdut. Namun, IAIN Sunan Ampel , Soneta Fans Club Indonesia-Jatim dan PAMMI Jatim mengkaitkan keduanya dan jadilah acara tersebut bertajuk “ Musik sebagai Media Dakwah, Kiprah 41 tahun Soneta dalam Blantika Musik Nasional” digelar di auditorium IAIN Sunan Ampel.

Sebuah Catatan Aktual Tentang Rhoma Irama | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Intelektualisasi dangdut (baca: masuknya dangdut di dunia akademis dan kajian ilmiah) sesungguhnya telah lama berlangsung, setidaknya dimulai paruh 85 an, seorang profesor sosiologi Universitas Ohio, AS, William Frederick membuat disertasi “Rhoma Irama and the Dangdut Style: Aspects of Contemporary Indonesian Popular Culture”. Selain itu, yang relatif baru, Andrew Weintraub menerbitkan “ Dangdut Stories “ dan yang paling teranyar karya mahasiswa Unair, Sdr. Hardi menuliskan skripsi “ Bentuk, Makna, dan Pengaruh Lagu Dangdut Rhoma Irama terhadap Masyarakat Penggemar di Surabaya “. Pada September 2011, kumpulan mahasiswa jurusan humaniora Universitas Indonesia mengkaji tentang Rhoma Irama bertajuk “musik sebagai kritik sosial”.

Intelektualisasi dangdut di atas mendiskripsikan betapa Rhoma Irama beserta Soneta telah menjadi pusat penelitian dan kajian ilmiah, dimulai sejak pertengahan karirnya hingga saat ini. Kiprah sang raja selama 41 tahun telah membuktikan kesan kuat bagi setiap hati masyarakat Indonesia, khususnya penggemar setianya. Sebagai artis, ulama, pemain dan sutradara film, politisi, penyair, dan industriawan musik, Rhoma terus aktif memproduksi syair, ajakan, nilai dan alunan musik yang menghibur rakyat Indonesia, dan ini semakin melengkapinya sebagai wacana dan fenomena yang terus didiskusikan.

Stadium generale yang diselenggarakan IAIN Sunan Ampel tentang kiprah 41 tahun soneta dalam blantika musik nasional, kian membuktikan bahwa Rhoma telah menyejarah, tidak hanya bagi kalangan penggemar dangdut, tetapi juga bagi generasi muda intelektual. Yang kedua ini sangat menarik. Kesan bahwa mahasiswa/i jauh dari dangdut setidaknya bisa terbantahkan. Antusiasme, gegap gempita, kagum, apresiatif, terharu, riuh rendah dan bahkan pekikan Allahuakbar saat mendengar Rhoma Irama menyampaikan orasi tentang perjalanan karir dan musik soneta merupakan suasana historis yang menjadi bagian catatan hidup sang legenda. Terlebih alunan musik paduan suara yang sangat padu, apik, kompak, nyentrik dan merdu, yang mengiringi acara ini, menjadi hiburan tersendiri. Para fans soneta yang hadir sangat bangga ternyata adik-adik mahasiswa yang manis manis itu mampu mendendangkan lagu-lagu karya Rhoma Irama seperti “ LAA ILLAHA ILLALLAH, STOP, UKHUWAH, AZZA danBERDENDANG”. Rhoma pun tersenyum, terharu dan bangga dengan penampilan paduan suara asuhan Ahmad Khubby Ali, seorang fans soneta surabaya yang juga menjadi pengajar di kampus tersebut dan Surya Aka Syahnagra, ketua SFCI Jatim dan anggota KPID Jawa Timur.

Prof. Nur Syam, sang rektor dan cendekiawan yang giat menulis tentang islam juga menyimpan kenangan dengan lagu Rhoma Irama, dan ini sempat dibawakan ketika ia mengikuti diklatpim di Jakarta. Beliau sangat menyukai lagu-lagu pak haji sejak dulu. Lagu kesukaannya adalah “CANE”. Beliau sampai mengatakan bahwa masyarakat kampus IAIN Sunan Ampel termasuk dangdut mania, dan untuk itu berjanji akan mengundangSoneta Group untuk konser di Kampus IAIN Sunan Ampel tahun depan. Janji sang rektor disambut gembira dan gegap gempita oleh para hadirin, tentu dengan harapan janjinya agar dapat diwujudkan. Rhoma Irama tidak hanya pandai menyanyi, tetapi juga piawai menyampaikan pidato yang terstruktur dihadapan para intelektual muda. Secara kronologis, sistematis dan padat, Rhoma menguraikan sejarah karir dan perjalanan soneta. 


Beberapa hal yang penting untuk diungkap dalam pidato Rhoma Irama 

Pertama, Rhoma berani mendobrak kultur masyarakat Indonesia yang ketika itu seolah maklum kalau musik tidak dapat disatukan dengan agama. Saat itu, group group musik yang ada sangat jarang bahkan tidak ada yang memasukan dalil-dali/simbol-simbol agama (islam) ke dalam musik dan konser pertunjukan. Rhoma Irama-lah yang memulai kalimat assalamua’alaikum di setiap awal konsernya. Selanjutnya Rhoma mengutip dalil Al Quran dan Al hadits sebelum membawakan lagu-lagu dakwahnya. Kesan ini terekam oleh masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun. Belum lagi suara khas, model pakaian Rhoma Irama dan gaya joged personil soneta saat tampil di panggung baikoff air maupun on air di televisi, semuanya melengkapi public image seorang Rhoma Irama. Jika ada perdebatan sejarah politik Indonesia tentang hubungan agama dan negara yang kini tampaknya belum usai diperbincangkan, maka secara mikro, Rhoma telah sukses mengawinkan antara musik dangdut dan agama. Ini bisa dilihat dari sikap beliau yang mendeklarasikan soneta sebagai sound of moeslem pada 13 Oktober 1973. Pada konteks ini, Rhoma sesungguhnya telah mengawali dan memberikan kontribusi besar terhadap eksistensi musik religi yang sekarang juga kerap dibawakan oleh para penyayi berbagai aliran.

Kedua, sepanjang 41 tahun berkarir, Rhoma telah memainkan banyak film dan menciptakan lagu dengan beragam tema yang mewakili perasaan penggemar dan pendengarnya dalam semua sisi kehidupan, dan hal ini sudah banyak ditulis oleh banyak pengamat. Dalam meniti perjalanan karirnya, Rhoma dan Soneta bukan tanpa hambatan. Karena berbeda pandangan dan sering mengkritik pemerintah Orde Baru, Rhoma sempat dicekal di TVRI selama 11 (sebelas tahun), tahun 1977 sd 1988. Rhoma tampil kembali di TVRI pada bulan Mei 1988, membawakan lagu “JUDI”dalam acara Kamera Ria yang meledak di pasaran. Secara pribadi, Rhoma sebagai manusia juga banyak mengalami fitnah. Misalnya saja media selalu mengkaitkan isu poligami. Tetapi Rhoma tidak bergeming sementara para penggemarnya juga tidak terpengaruh. Sementara ada public figur lain yang merosot karirnya hanya karena menikah lagi.

Ketiga, dalam pidato tersebut, Rhoma juga meluruskan pernyataan Alm KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang menyatakan bahwa tidak ada pintu untuk berdakwah di dalam bermusik. Rhoma prinsipnya setuju dengan pernyataan Gus Dur, tetapi Rhoma melihat ada celah dalam pintu tersebut dan ini yang tidak dilihat Gus Dur. Karena yang ada hanya celah, maka tidaklah mudah melakukan dakwah di dalam bermusik. Rhoma juga menyayangkan misalnya jika ada penonton yang mabuk saat menyaksikan konsernya, tetapi Rhoma berbesar hati karena sebagian besar penonton dan pemirsa yang jumlahnya ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan orang yang ada di rumah dapat menyaksikan pesan-pesan yang disampaikan secara sadar dan terhibur. Ia mengibaratkan kondisi ini seperti di masjid. Di masjid meskipun ada sholat berjamaah dan pengajian, pencurian sandal masih sering terjadi. Sebuah perumpamaan yang sederhana dan tepat. Meskipun ada mudharatnya, manfaatnya jauh lebih besar.

Keempat, dalam kesempatan menjadi narasumber di Kampus Pittsburgh, Amerika Serikat (AS), Rhoma Irama mendapatkan informasi dari Profesor Andrew Weintraub, seorang peneliti AS yang aktif di musik dangdut, mengatakan bahwa musik dan syair lagu-lagu Rhoma Irama telah dipelajari di kurang lebih 70 kampus di dunia. Rhoma sempat terkejut dan meminta penjelasan Andrew Weintraub. Andrew menjelaskan bahwa dunia membutuhkan syair-syair Rhoma Irama yang isinya bercerita tentang kehidupan umat manusia agar berperilaku baik. Selain itu, instrumen musik yang dibawakan Rhoma dan Soneta juga berbeda dan menjadi inspirasi bagi pemusik dunia. Melihat realitas ini, sungguh ironis, apabila selama ini kampus-kampus dan peneliti-peneliti di Indonesia lambat merespon fenomena Rhoma Irama dan Soneta. Maka, two thumbs up untuk kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya yang mengambil inisiatif mengundang Rhoma Irama menjelaskan ini semua.

Pesan kuat yang dapat dipetik dari acara ini adalah betapa musik dangdut yang dibawakan Rhoma Irama dan Soneta telah menghibur dan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia baik secara sadar maupun tidak. Mewarnai kehidupan politik pada eranya, pergaulan sosial secara luas dan bahkan percaturan musik dunia. Rhoma Irama dan Soneta kini ditempatkan secara terhormat di hati masyarakat Indonesia dan penggemarnya, dari berbagai golongan kelas, kaya dan miskin, cendekiawan dan awam bahkan untuk seluruh umat manusia.

Penulis adalah alumni Universitas Islam Jakarta,
FB : Soleh Mohamad ( ahmad_dinan@yahoo.com)

Rabu

Ramah Tamah Rhoma Irama - Muhaimin Iskandar

Riforri - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar Beramah Tamah dengan H Rhoma Irama di rumah Dinas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Pada pertemuan ini dihadiri pula oleh Yusuf Kala, KH. Said Agil Siraj,  Ramdansyah (mantan ketua panwaslukada DKI Jakarta)

Ramah Tamah Rhoma Irama - Muhaimin Iskandar | Riforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran Politik


Ramah Tamah Rhoma Irama - Muhaimin Iskandar | Riforri Informasi Inspirasi Edukasi Seni Budaya Konspirasi Kemakmuran Politik








Stop Meremehkan Rhoma Irama

Stop Meremehkan Rhoma Irama


Riforri - Rhoma Irama, sebuah nama yang saya kira lebih separuh dari rakyat negeri ini mengenalnya meski belum pernah sekali pun bertemu langsung dan cuma melihatnya melalui berbagai media. Rhoma Irama jelas lebih dulu terkenal daripada nama-nama ini; SBY, Wiranto, Prabowo Subianto, Habibie, Jusuf Kalla, Jokowi, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, serta sederet nama yang mulai terkenal dan sering muncul di berbagai media.

Rhoma Irama

Rhoma Irama sudah mulai dikenal oleh rakyat negeri di pertengahan tahun 1970-an ketika memunculkan sebuah grup musik bernama Soneta, yang namanya diambil dari salah satu jenis puisi dari Italia. Dekade 1980-an dan 1990-an merupakan masa-masa ketenaran dan produktivitas Rhoma Irama dalam bermusik. Sementara itu pada kedua dekade tersebut para tokoh yang nama-namanya saya sebut diatas entah sedang apa dan dimana, yang jelas cuma segelintir orang yang tahu nama dan mengenal mereka. Makanya saya sangat meragukan kejujuran pak Habibie yang pada sebuah tayangan Mata Najwa mengaku tak mengenal Rhoma Irama, terlalu.......

Pada tahun 1973 Rhoma Irama membentuk Soneta Grup yang mana pada tahun itu pula Susilo Bambang Yudhoyono lulus dari Akabri. Pada tahun 1973, Wiranto yang lulus Akademi Militer Nasional (AMN) pada 1968; berpangkat Kapten. Adapun Prabowo Subianto baru lulus dari Akademi Militer di Magelang pada tahun 1974. Kemudian BJ Habibie pada tahun 1973 baru kembali ke Indonesia atas permintaan Soeharto, Presiden masa itu. Pada tahun-tahun ini Jusuf Kalla sibuk mengurusi berbagai bisnisnya melalui NV Hadji Kalla. Lalu Jokowi sedang apa dan dimana ? Ketika Rhoma Irama membentuk Soneta Grup di tahun 1973, Jokowi baru berumur 12 tahunan, berarti ia baru duduk di bangku SLTP. Aburizal Bakrie baru menamatkan kuliahnya di Fakultas Elektro ITB di tahun 1973. Sedangkan Surya Paloh, pria brewokan ini masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik Universitas Islam Sumatera Utara sambil memulai merintis bisnis.

Nah, keterkenalan dan ketenaran Rhoma Irama di kalangan rakyat negeri ini, jelas lebih dulu daripada semua tokoh yang akhir-akhir ini sering muncul namanya di berbagai media. Untungnya di era reformasi ini terdapat banyak media yang bisa digunakan untuk melakukan pencitraan. Padahal di era rejim Orde Baru, dimana media belum begitu banyak dan dibawah kontrol pemerintah pula, Rhoma Irama sempat dilarang tampil di media terutama milik pemerintah, tak membuat ketenaran seorang Rhoma Irama terhalang.

Rhoma Irama itu fenomenal, setidaknya di negeri ini. Julukannya sebagai Raja Dangdut tak pernah tergantikan hingga kini. Terasa sangat aneh jika julukan tersebut disematkan kepada yang lain. Ketenaran Rhoma Irama tak pernah pupus dari benak para penggemarnya. Lagu-lagu ciptaannya sudah seperti semacam lagu wajib bagi para grup musik dangdut. Jangan remehkan seorang Rhoma Irama bila kita tak lebih terkenal dari dia.

(Imi Suryaputera/kompasiana.com/Simplepedia)