Senin

Popularitas Rhoma Kalahkan Ical dan JK

Popularitas Rhoma Kalahkan Ical dan JK


Riforri - Tabloid Riforri edisi September 2013 mengangkat hasil survei elektabilitas Rhoma head to head dengan Jokowi. Pada edisi lalu RIFORRI mengangkat hasil survei yang dilakukan Pusat Penelitian Politik LIPI seperti yang disampaikan oleh Kordinator Survei Wawan Ichwanuddin. 

Pada edisi ini RIFORRI mencoba mengangkat hasil survei Tim Pusat Data Bersatu (PDB) pada Februari 2013 lalu. Hasil survei ini merilis \capres potensial untuk Pilpres 2014 mendatang. Secara mengejutkan, Rhoma Irama bersaing kuat, bahkan mengungguli tokoh seperti Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla, dan Wiranto. 

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) berada di urutan pertama dengan 21,2 persen. Selanjutnya ada Prabowo 18,4 persen, Megawati 13,0 persen, Rhoma Irama 10,4 persen, Aburizal Bakrie 9,3 persen, Jusuf Kalla 7,8 persen dan Wiranto 3,5 persen. 

Prof. Dr. Didik Junaidi Rachbini : Popularitas Rhoma Kalahkan Ical dan JK | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat
Menurut salah satu pendiri Tim Pusat Data Bersatu (PDB) data tersebut diambil dengan menggunakan tatap muka terhadap 1.200 responden. “Pengambilan data dalam survei ini dilaksanakan pada 3-18 Januari lalu, dengan metode wawancara tatap muka terhadap 1.200 responden di 30 provinsi di Indonesia. Responden adalah warga negara yang mempunyai hak pilih,” kata Didik J Rachbini, di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu.(7/2/2013) 

Yang menarik adalah munculnya nama Rhoma Irama sebagai Capres potensial keempat dibawah Prabowo dan Megawati. Nama Rhoma sebenarnya mulai muncul sebagai salah satu capres ketika Wadah Silaturahim Asatidz, Tokoh dan Ulama (Wasiat Ulama) menyatakan dukungannya akhir tahun lalu. Rhoma sendiri kemudian mulai bersafari ke beberapa daerah untuk memperkenalkan diri siap maju sebagai capres. 

Dalam kurun waktu hanya beberapa bulan saja bagi si raja dangdut ini untuk masuk ke dalam lima besar capres yang paling populer versi PDB. Capres yang dia kalahkan pun tak tanggung-tanggung, Aburizal Bakrie, ketua umum partai terbesar, Partai Golkar, dan juga mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla. “Ya karena Rhoma itu sudah sangat terkenal. Orang yang yang tahu dangdut pasti tahu Rhoma, wajar kalau dia sangat populer,” ujar bos PDB Didik J Rachbini saat dihubungi, Rabu. 

Menurut Didik, di masyarakat pedesaan Rhoma Irama masih sangat beken. Hal inilah yang membuat Rhoma masuk kandidat capres saat ini. Prediksi ini sama dengan lontaran yang disampaikan oleh Helmy Faisal fungsionaris PKB yang juga Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dalam wawancara yang ditayangkan Kompas TV dalam Program Indonesia Satu tanggal 4 Oktober 2013 lalu. “Apalagi survei kita sebagian besar memang di pedesaan, sehingga wajar kalau Rhoma Irama terpopuler,” terang Didik J. Rachbini.

Survei terakhir yang dimuat Koran Sindo, Selasa 22/10/2013 Rhoma Irama tetap masuk dalam 10 besar kandidat calon presiden (lihat grafik sebelumnya). Sang Raja Dangdut menduduki peringkat kedelapan setelah Joko Widodo, Wiranto-Hari Tanoe, Prabowo, Aburizal Bakirie, Jusuf Kalla, Megawati, Surya Paloh. 

Prof. Dr. Didik Junaidi Rachbini : Popularitas Rhoma Kalahkan Ical dan JK | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat
Bagaimana mensikapi hasil penelitian ini. Tim Riforri tentunya akan mempersiapkan riset elektabilitas internal untuk mengukur kekuatan calon dari PKB ini. Tentunya riset-riset yang ada seperti hasil riset dari Koran Sindo atau juga LSI yang mengundang kontraversi dapat menjadi umpan balik bagi tim Riforri dalam melihat kekuatan para calon. Jangan lupa kita perlu berhati-hati mensikapi hasil riset juga ditentukan siapa yang pesan. Karena sejumlah penelitian Wani Piro sulit dibedakan dengan kampanye terselubung.

SURVEI ELEKTABILITAS CAPRES ATAU KAMPANYE TERSELUBUNG?

SURVEI ELEKTABILITAS CAPRES ATAU KAMPANYE TERSELUBUNG?


Riforri - Koran Sindo mengeluarkan hasil survei elektabilitas calon presiden Selasa 22 Oktober 20013. Tentu saja hasil survei berusaha menampilkan keunggulan pasangan pemilik saham Koran Sindo calon yang diusung Partai Hanura, Wiranto-Hary Tanoesoedibdjo (Win-HT ). Dua hari sebelumnya Ahad, 20 Oktober 2013 Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyampaikan hasil surveinya. Kontraversi muncul ketika LSI menyebutkan bahwa tidak ada korelasi antara elektabilitas Jokowi dengan partai PDIP. Alhasil, survei ini menuai kritik. Survei elektabilitas tampaknya menjadi ajang kampanye terselubung.

Koran Sindo (22/10/2013) mengungkapkan Elektabilitas Capresnya Win-HT kini telah melampaui capres yang diusung Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Survei terbaru Indonesia Research Centre (IRC) menunjukkan, peta elektabilitas capres berubah signifikan, khususnya di posisi kedua. Dalam survei-survei sebelumnya, posisi kedua selalu tidak lepas dari genggaman mantan Danjen Kopassus Letnan Jenderal (Purn) PrabowoSubianto. 

Namun, saat ini posisinya digeser oleh mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto yang sejak Mei 2013blalu resmi berpasangan dengan HT. “Sebuah fenomena politik yang unik, sejarah seperti tergambar kembali, yaitu terjadinya persaingan politik yang seru antara mantan atasan dan bawahan di TNI,” ujar peneliti IRC Yunita Mandolang dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, 21 Oktober 2013. 

Elektabilitas pasangan Win-HT mencapai 10,6%, sedangkan Prabowo Subianto 8,7%. Posisi teratas masih ditempati Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dengan elektabilitas sekitar 34,5%. Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie berada di peringkat keempat dengan elektabilitas 8,1%, disusul mantan Wapres Jusuf Kalla 6,2% dan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri 6%. 

Survei IRC dilakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Responden dipilih secara acak sistematis bertingkat (multistage random). Data yang terkumpul berasal dari survei tatap muka menggunakan kuesioner yang dijalankan pada 25 September2013lalu. Pada surveiini, ambang kesalahan diperkirakan kurang lebih 0,77% pada tingkat kepercayaan 95%. Elektabilitas di atas merupakan temuan tahap pertamadari 4.900 responden atau sekitar 30% dari total responden.
[sumber.http://nasional.sindonews.com/read/2013/10/22/12/796750/win-htgeser-prabowo]

Minggu

Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia

Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia   


Riforri - Penghargaan buat Raja Dangdut Rhoma Irama bertambah lagi. Kali ini dari direktur Museum Rekor Dunia MURI Jaya Suprana. Kemarin tanggal 2 November 2013, Jaya mengundang Rhoma Irama ke studio Jaya Suprana di Mall of Indonesia Kelapa Gading, Jakarta. Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia. 
  
Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia  | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Didalam Musium ada beberapa kegiatan hasil MURI yang dipajang.Saya sendiri sempat mejeng didepan MURI bersama anak istri dan salah satu penerima piagam MURI yakni Rhoma Irama. Tumben, biasanya orang mememerlukan piagam MURI sebagai kebanggaan, tetapi untuk Rhoma Irama setelah berulang kali diundang, baru kemarin bisa memenuhi hajat pak Jaya Suprana. Kata pak suprana, "Kalau hari ini bang haji-lah yang menyerahkan kepada MURI piagam penghargaan, bukan sebaliknya" statemen ini dapat dilihat di hasil rekaman yang akan ditayangkan di Stasiun TVRI pertengahan November 2013.


Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia  | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Menurut Jaya, sebenarnya sudah 2 kali mau dikasih, tapi Rhoma belum berkenan menerima. Penghargaan diberikan atas jasa Rhoma membuat dangdut musik yg disukai rakyat Indonesia dan telah menyebar ke seluruh dunia. (SAS)

Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia  | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat


Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia  | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat


Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia  | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Rhoma menerima penghargaan "Legenda Dangdut" Dunia  | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat


Sabtu

Saat Kecil Rhoma Hobi Berkelahi

Rhoma Irama Kecil PunyaHobi Berkelahi


Riforri - Tak banyak yang mengetahui mengenai keluarga besar Si Raja Dangdut Rhoma Irama. Dari data yang didapat. Rhoma memiliki 14 orang saudara kakak beradik. Delapan adalah saudara kandung, dan empat di antaranya merupakan saudara seibu dan dua saudara bawaan dari ayah tirinya.


"Hubungan di antara kami alhamdulillah baik, nggak ada masalah. Kalau soal berantem di waktu kecil sih biasa. Apalagi kami berempatbelas, delapan lelaki dan enam perempuan," kata Rhoma dalam sebuah kesempatan.

Di antara mereka yang terjun ke dunia musik adalah kakak perempuan Rhoma yang kini sudah meninggal, dan dua adiknya, Herry dan Dedy.

Karier musik Rhoma dibangun di Jakarta tanpa direncanakan olehnya. Sejak tahun 1950-an, dirinya memang sudah tinggal di Jakarta. Saat itu, Rhoma sekeluarga pindah ke kawasan Bukitduri, Manggarai. Rhoma kecil bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) kawasan Manggarai Jakarta Selatan.

Saat itu, bakat sebagai penyanyi mendapat perhatian penyanyi senior, Bing Slamet. Suatu hari saat Rhoma masih duduk di kelas 4, Bing membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang membanggakan bagi Rhoma.

"Bing mengenal saya di sekolah. Waktu itu saya menyanyi dalam pesta sekolah. Lagunya, saya lupa, tapi pasti lagu Barat. Rupanya penampilan saya waktu itu membuat Bing tertarik," kenang Rhoma.

Sejak itu, meski belum berpikir untuk menjadi penyanyi, Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Alat musik yang selalu dimainkannya adalah gitar, tanpa melalui bimbingan guru. Ia tergila-gila pada alat musik yang satu ini. Sampai-sampai, ibunya dibuat marah karena Rhoma lebih peduli kepada gitarnya.

Ceritanya, Ibunda Rhoma menyuruh dirinya menjaga adiknya, tapi Rhoma lebih suka bermain gitar. Akibatnya ibu merampas gitar itu lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah.

"Kejadian itu sangat menyedihkan saya, karena gitar bagi saya adalah teman nomor satu. Kalau saya pulang sekolah, yang pertama saya pegang adala gitar. Setiap keluar rumah, gitar selalu saya bawa. Pendeknya, saya hampir tak pernah keluar tanpa gitar," kata Rhoma.

Tapi, dunia Rhoma di masa kanak-kanak bukan hanya dunia musik. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam geng, dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan, atau setidaknya saling bersaing. Dengan demikian, perkelahian antar geng sering tak terhindarkan. Bagi Rhoma, mengenang perkelahian di masa kanak-kanaknya itu merupakan suatu yang mengesankan.

Entah mengapa teman-temannya hampir selalu menjadikan dirinya sebagai pemimpin. Akibatnya, bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma lah yang diharapkan tampil paling depan, untuk berkelahi. Tentu saja ia sering babak belur, bahkan pernah luka cukup parah.

"Pada waktu itu boleh dikatakan berkelahi adalah salah satu hobi saya. Rasanya ada kebanggan tersendiri setiap habis melakukan perkelahian," katanya.

Pada waktu itu perkelahian masih berlandaskan sportivitas tinggi, Setiap kelompok mengajukan seorang ‘jago’ yang diadu. Bukan tawuran seperti sekarang. Selain itu, mereka berkelahi menggunakan ilmu bela diri silat. Maklum tempat belajar silat waktu itu masih bisa dijumpai di setiap kampung. Gurunya juga guru mengaji anak-anak, dan merupakan kegiatan tambahan selain mengaji.

Rhoma mulai belajar silat dari ayahnya sendiri. Selanjutnya sejumlah guru membimbingnya, sehingga menurut kakaknya, Benny Muharam, dalam hal ilmu bela diri Oma kini bisa disebut guru. (Aditia Saputra/lip6)a

Asal Mula Nama Rhoma Irama

Nama Rhoma Irama Diambil dari Nama Grup Sandiwara Keliling

Riforri - Sejak kecil, Rhoma menjalani kehidupan yang keras dengan didikan sang ayah. Maklum, ayah Rhoma adalah seorang perwira TNI yakni, Kapten Raden Burda Anggawirja yang merupakan Komandan Batalion Garuda Putih di Tasikmalaya, Jawa Barat. Jika nakal, Rhoma kecil sering dihukum oleh ayahnya dengan dipukul menggunakan rotan. Di usia 12 tahun atau tepatnya tahun 1958, Rhoma harus kehilangan ayahnya karena meninggal dunia dan ibunya menikah lagi.

Asal Mula Nama Rhoma Irama Diambil dari Nama Grup Sandiwara Keliling | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Nama Rhoma Irama sendiri diceritakan bermula ketika sang ayah mengundang grup sandiwara Irama Baru dari Jakarta untuk menghibur pasukannya. Para bintang grup itu antara lain Fifi Young dan Pak Item (Tan Ceng Bok). Waktu itu Tuti Juariah, ibunda Rhoma sedang mengandung dirinya. Usai pertunjukan malah melahirkan di tanggal 11 Desember 1947.

Simpati Raden Burdah pada grup Irama Baru berpadu dengan kegembiraan kelahiran anak keduanya, menimbulkan inspirasi padanya akan nama bayi itu, yaitu Irama, tanpa disertai harapan agar si anak kelak menjadi pemusik atau penyanyi. Justru Raden Burdah ingin agar anaknya kelak menjadi dokter.

"Ayah saya adalah anak buah Pak Nasution. Salah seorang temannya adalah Pak Eddy Nalapraya. Suatu hari, waktu saya bertemu dengan Pak Eddy, beliau bercerita bahwa dulu saya sering digendongnya,” kata Rhoma.

Dikatakan oleh Rhoma jika masa kecilnya biasa-biasa saja. Namun dirinya mengakui jika sejak kecil sudah menyukai musik.

"Kalau ada yang boleh dikatakan istimewa, mungkin karena sejak kelas nol saya sudah memperhatikan lagu. Bahkan menurut Ibu, kalau saya menangis bisa langsung diam jika diperdengarkan lagu. Perhatian saya terhadap musik makin besar setelah saya masuk sekolah. Ketika duduk di kelas 2 SD saya sudah bisa membawakan lagu-lagu Barat dan India dengan baik. Saya ingat salah satu diantaranya berjudul No Other Love, lagu kesayangan ibu. Dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Lata Maagiskar. Saya juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah seperti yang dinyanyikan Umm Kaltsum," ujarnya.

Asal Mula Nama Rhoma Irama Diambil dari Nama Grup Sandiwara Keliling | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Rhoma mengaku jika bakat musiknya berasal dari ayahnya yang gemar lagu-lagu Cianjuran, sebuah kesenian khas Sunda. Bahkan sang ayah dapat menyanyi gaya Cianjuran dengan baik. Selain itu, seorang pamannya yang bernama Arifin Ganda juga tidak disangkal pengaruhnya. Sang paman inilah yang suka mengajarinya lagu-lagu Jepang, ketika Rhoma masih kanak-kanak.

"Saya jadi tahu bahwa musik itu universal. Melalui musik, kebudayaan suatu bangsa bisa menyentuh bangsa lain, tanpa harus memahami dulu bahasanya," ujar Rhoma.

Namun ia merasa bahwa pada masa kecilnya lingkungannya tidak bersikap akrab terhadap bakat musiknya. Ayah dan ibunya adalah pasangan berdarah ningrat. Meski mereka menyukai musik, namun dunia musik bagi mereka bukan sesuatu yang patut dibanggakan, bahkan dianggap kurang terhormat . Kasarnya, bakat musik si kecil Irama, yang mendapat panggilan “Oma” tidak mendapat dukungan. 

"Akhirnya saya jadi berkembang di luar rumah,” katanya.

Sepeninggal sang ayah ibunya kemudian menikah lagi dengan seorang perwira ABRI lain, Raden Soma Wijaya yang juga berdarah bangsawan.

Ketika ayah kandungnya masih hidup, suasana di rumahnya feodal. Segalanya harus serba teratur dan menggunakan tata krama tertentu. Para pembantu harus memanggil anak-anak dengan sebutan Den (raden). Makan harus bersama-sama dan siang hari anak-anak harus tidur. Sang ayah tak segan-segan menghukum anak-anak dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan, misalnya bermain hujan atau membolos sekolah.

Tapi suasana feodal itu tidak lagi kental setelah anak-anak mendapatkan ayah tiri yang lemah lembut. Bahkan dari ayah tiri inilah, disamping pamannya, Oma mendapat ‘angin’ untuk menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat-alat musik akustik berupa gitar, bongo, dan sebagainya. Omapun lantas membentuk band bocah. (Adt/bs/lip6)