Kamis

Capres Pilihan Publik versi Litbang Kompas Bicara Korupsi

Capres Pilihan Publik versi Litbang Kompas Bicara Korupsi


Riforri - Korupsi yang marak, masih rendahnya kualitas pendidikan, dan buruknya pelayanan kesehatan masih menjadi tantangan bagi Indonesia ke depan. Oleh karena itu, para tokoh yang akan maju dalam Pemilihan Umum Presiden, 9 Juli 2014, menawarkan berbagai solusi terbaik.

Hal itu mengemuka dalam acara Forum Diskusi Indonesia Baru yang diadakan Kompas TV, Rabu (30/10) malam. Acara ini juga sekaligus merupakan peluncuran program acara Indonesia Satu.

Capres Pilihan Publik versi Litbang Kompas Bicara Korupsi | Riforri Menuju Indonesia bermartabat

CAPRES HARUS BERI SOLUSI

Dari 15 capres pilihan publik versi Litbang Kompas yang diundang dalam acara, 9 capres pilihan hadir. Mereka adalah Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR Hidayat Nur Wahid, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo, musisi senior Rhoma Irama, dan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto.

Sementara itu, 6 calon yang tidak hadir adalah Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Gubernur DKI Joko Widodo, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh.

Hadir pula anggota Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan anggota Badan Pengawas Pemilu, Nasrullah.

Menurut Jusuf Kalla, solusi mengatasi korupsi memang harus dilihat penyebabnya. Pada era Reformasi, kekuasaan terbagi-bagi. Akibatnya, korupsi pun merebak dari pusat hingga daerah-daerah. Selain pembenahan sistem, keteladanan pemimpin juga sangat penting.

Mahfud berpandangan, sumber korupsi di negeri ini adalah birokrasi dan parlemen. Karena itu, pembenahan korupsi juga harus dimulai dari sana.

Menurut Wiranto, korupsi terjadi karena ada orang-orang yang memiliki kebutuhan dan nafsu yang tidak seimbang dengan pendapatannya. Indonesia butuh pemimpin yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Hidayat juga menyebutkan, mekanisme penentuan anggaran di DPR hingga level satuan tiga, sesungguhnya, tujuan awalnya justru untuk mencegah korupsi, bukan malah untuk bagi-bagi proyek. Karena itu, dia mengingatkan, hendaknya dalam memandang persoalan korupsi yang terjadi tidak serta-merta melakukan generalisasi.

Capres Pilihan Publik versi Litbang Kompas Bicara Korupsi | Riforri Menuju Indonesia bermartabat

Rhoma Irama pun menyebut korupsi terjadi karena hukum pun sudah dijadikan peluang bisnis. Supremasi hukum sudah diperdagangkan.

Dahlan juga mengusulkan solusi praktis. Jabatan struktural perlu dikurangi, sedangkan jabatan fungsional diperbanyak sehingga seluruh program tepat sasaran.
Elektabilitas

Terkait elektabilitas para capres, menurut Gita, elektabilitas dan popularitas capres pun hanya dapat dihadapi dengan optimisme. Yang terpenting, semua strategi dilakukan demi Indonesia yang lebih baik.

Anies Baswedan memiliki semangat sama. Menurut Anies, niat itu pula yang mendasari dirinya untuk mencalonkan diri. Proses menuju kursi presiden, baginya, bukan dilihat sebagai upaya menang atau kalah semata. ”Kompetisi dalam konvensi capres Partai Demokrat saya artikan sebagai iuran untuk mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik. Lihatlah persoalan korupsi yang makin merajalela,” katanya.

Hal senada diungkapkan Pramono Edhie Wibowo. Menurut Pramono, sikap tak mau menyerah menjadi kekuatan untuk memimpin negara ini mengatasi berbagai persoalan bangsa.



Rhoma Irama, Jusuf Kalla, dan Mahfud MD pun masih menunggu putusan Musyawarah Pimpinan Nasional PKB. ”Saya tidak pakai strategi-strategi, mengalir saja,” ucap Mahfu

CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo menuturkan, kehadiran para capres pilihan publik ini memberikan wawasan yang sangat berharga bagi bangsa. Menurut Agung, Kompas pun akan berupaya untuk menjaga netralitas menghadapi Pemilu 2014. (OSA)

0 komentar:

Posting Komentar