Kamis

Rhoma Kembali Ungguli Wiranto dan Mahfud

Rhoma Kembali Ungguli Wiranto dan Mahfud


Riforri - Orang boleh memandang sebelah mata terkait elektabilitas Rhoma jika maju sebagai calon presiden. Namun hasil survei terbaru yang dirilis oleh Lembaga survei Political Weather Station (PWS) menunjukan bahwa si Raja Dangdut ini menempati posisi lebih tinggi diatas tokoh-tokoh terkemuka seperti Wiranto, Mahfud MD dan Hatta Rajasa.

Rhoma Kembali Ungguli Wiranto dan Mahfud | Riforri Menuju Indonesia Bermartabat

Menurut Peneliti PWS, Imam Sofyan, tingginya elektabilitas Rhoma Irama dibandingkan ketiga tokoh diatas, karena modal popularitasnya di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Rhoma selama ini dikenal sebagai artis dan ikon raja dangdut yang religius.

"Kalangan masyarakat bawah menilai Rhoma lebih religius. Ditambah lagi media lebih tertarik meliput dia dibanding yang lain," ujar Imam.di Hotel Century, Jakarta, Minggu (27/10/2013).

Hasil survei menunjukkan, responden lebih banyak memilih Rhoma Irama dibandingkan Wiranto, Mahfud MD dan Hatta Rajasa. Sedangkan Ketua Dewan Pembina partai Gerindra Prabowo Subianto menempati posisi teratas dengan elektabilitas 16,7 persen. Responden memilih Prabowo sebagai capres ideal dengan usia diatas 56 tahun.

Posisi berikutnya ditempati oleh Megawati Soekarno Putri. Mega yang juga Ketua Umum DPIP ini memperoleh suara sebesar 12,5 persen, Aburizal Bakrie Ketua Umum Golkar mendapatkan 10,9 persen, Jusuf Kalla 9,4 persen, Surya Paloh 7,6 persen, Rhoma Irama 6,4 persen, Wiranto 6,1 persen, Mahfud MD 5,7 persen, Hatta Rajasa 4,2 persen, Yusril Ihza Mahendra 2,1 persen dan yang terahir Surya Darma Ali 0,6 persen. Sedangkan rahasia 3,8 persen dan responden yang tidak menjawab atau tidak tahu sebanyak 12,9 persen.

Survei yang dilakukan oleh PWS ini berlangsung antara 21 September sampai 24 Oktober 2013 dan dilakukan di 34 provinsi dengan jumlah responden 1.070 orang yang sudah memiliki hak pilih pada pemilu 2014. Untuk tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error kurang lebih 3 persen.

"Pengambilan data melalui teknik wawancara dengan bantuan kuisioner," kata Imam.
Sementara itu, Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden masih terus digodok di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan RUU yang memakan waktu 1,5 tahun ini mentok di pasal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT).

Partai-partai kecil di parlemen ingin PT itu diturunkan, bahkan dihilangkan. Namun partai-partai besar ingin Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden itu tak diubah satu pasal pun.

Menurut Ketua Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding, jika partai besar tetap tak ingin mengubah Undang-Undang itu, maka terjadi tirani bagi partai-partai kecil.

"Yah itu lah terjadi tirani minoritas," kata Suding di Gedung DPR, Jakarta.
Hanura memperjuangkan agar pasal tentang syarat minimal raihan kursi/suara untuk bisa mengajukan capres disamakan dengan bunyi UUD 1945. Yakni, partai politik dan gabungan partai politik berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

"Kami ingin semua parpol yang masuk parlemen bisa mengajukan capres, sehingga bagi kami tidak ada PT lagi," kata Suding.

Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung membantah jika partai-partai besar, termasuk PDIP ingin menjegal calon-calon presiden dari partai kecil.

"Ini pemilu legislatif juga belum. Siapa yang menang pemilu juga tidak tahu. Kalau sudah memenuhi syarat untuk ikut pemilu legislatif tidak ada lagi partai menengah, partai kecil atau partai besar. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama," kata Pramono.

Apalagi, terang Pramono , semua partai yang ikut pemilu 2014 adalah partai politik yang ikut 2004 dan 2009. Sehingga tidak ada lagi terminologi partai besar-partai kecil. Pasalnya semua partai memiliki kesempatan yang sama. (Osur)

1 komentar:

Ahmad mengatakan...

Jangan percaya hasil survai yang tidak menyertakan Rhoma sebagai pilihan.
Jangan percaya hasil survai yang tidak menyertakan Jokowi sebagai pilihan.

Posting Komentar